Anulir Mutasi Sehari Setelah Terbit: Politisasi atau Kelalaian Manajerial TNI?

Sabtu, 3 Mei 2025 08:58:06

Pendidikan

Sekolah Dilarang Menahan Ijazah: Jawa Barat Wajib Lindungi Hak Pendidikan Siswa

Opini | Oleh: Mohamad Rohman – Pemimpin Redaksi HaluanBeritaRakyat.com Bekasi, 8 Juli 2025 “Ijazah bukan…

Oleh Redaksi HaluanBeritaRakyat.com | Mohamad Rohman

Jakarta – Keputusan Panglima TNI Jenderal Agus Subiyanto untuk menganulir surat keputusan mutasi tujuh perwira tinggi (Pati) TNI hanya sehari setelah diterbitkan menimbulkan kegaduhan publik dan membuka kembali luka lama relasi sipil-militer di Indonesia. Meski Markas Besar TNI berdalih bahwa langkah tersebut murni berdasarkan kebutuhan organisasi, banyak pihak mencium aroma politisasi dan kelemahan perencanaan manajerial di tubuh TNI.

Isu ini menjadi sorotan tajam dalam tayangan Kompas Petang di Kompas TV, 1 Mei 2025, yang menghadirkan narasumber lintas sektor: Brigjen TNI Kristo Mesianturi (Kapuspen TNI), Agus Widjojo (Gubernur Lemhannas 2016–2022), pengamat militer Anton Aliyya Bas, serta anggota Komisi I DPR RI dari Fraksi PKB, Syaikhul Islam atau akrab disapa Kang Oleh.

“Fenomena Lama yang Belum Selesai”

Dalam wawancaranya, Agus Widjojo menyebut bahwa pembatalan mutasi dalam waktu singkat ini seolah mengulang kembali masalah klasik yang belum terselesaikan sejak era Panglima Besar Jenderal Sudirman. “TNI selalu berada di persimpangan bahaya, antara keinginan ikut mengambil keputusan politik atau justru dijadikan alat politik oleh pihak sipil,” tegas Agus.

Ia mengingatkan bahwa Undang-Undang TNI menegaskan batas antara peran presiden dalam merumuskan kebijakan pertahanan dan kewenangan Panglima TNI dalam pengelolaan internal. “Ini contoh kontrol subjektif sipil atas militer. Bahwa kekuasaan sipil cenderung masuk ke dapur organisasi militer,” lanjutnya.

TNI Membantah Keras Tuduhan Politisasi

Menanggapi tudingan itu, Kapuspen TNI Brigjen Kristo Mesianturi menjelaskan bahwa revisi mutasi dilakukan berdasarkan dinamika kebutuhan organisasi yang sangat cepat. “Ada saran dari staf angkatan bahwa pejabat yang hendak diganti belum dapat digeser karena masih memegang tugas penting. Jika satu tidak bisa bergeser, maka seluruh rangkaian mutasi jadi batal,” ujar Kristo dalam siaran Kompas TV.

Ia juga membantah adanya intervensi politik dalam mutasi ini. “Keputusan diambil oleh Panglima TNI bersama kepala staf angkatan dalam forum Dewan Jabatan dan Kepangkatan. Tidak ada unsur eksternal,” tegasnya.

Namun, ketika ditanya mengapa perencanaan mutasi bisa secepat itu dibatalkan, Kristo mengatakan bahwa “satu hari itu cukup lama dalam perkembangan ancaman dan dinamika tugas”. Pernyataan yang justru memicu pertanyaan lebih lanjut tentang kualitas perencanaan karier di lingkungan militer.

Analis: TNI Organisasi Komando, Bukan Instansi Improvisasi

Pengamat militer Anton Aliyya Bas menilai bahwa pembatalan mutasi dalam waktu sehari menunjukkan adanya krisis perencanaan dan komunikasi strategis di tubuh TNI. “TNI bukan organisasi improvisasi. Ini institusi komando yang seharusnya penuh perencanaan,” ujarnya.

Anton juga mengingatkan bahwa ini bukan pertama kali terjadi. “Anulir serupa pernah dilakukan saat pergantian Panglima dari Gatot Nurmantyo ke Hadi Tjahjanto. Artinya, ini pola yang berulang. Harusnya TNI sudah belajar dari pengalaman sebelumnya,” kritiknya.

Ia menambahkan, dalam kondisi publik yang tengah sensitif terhadap dinamika politik pasca-pemilu, tindakan semacam ini mudah disalahartikan sebagai akomodasi kekuasaan. “Apalagi ada mantan ajudan presiden yang masuk ke jabatan strategis, menggantikan tokoh yang dekat dengan forum purnawirawan. Tanpa transparansi, dugaan politisasi sulit ditepis.”

DPR: Komisi I Akan Panggil Panglima TNI

Anggota Komisi I DPR RI dari PKB, Kang Oleh, menyatakan bahwa DPR tidak tinggal diam. “Kami akan meminta penjelasan resmi dari Panglima TNI. Ini menyangkut profesionalisme dan kredibilitas TNI,” tegasnya.

Menurut Kang Oleh, setiap mutasi dan promosi harus dijelaskan secara akuntabel, agar tidak menjadi celah bagi kecurigaan publik. “Jika benar murni kebutuhan organisasi, mestinya ada dokumen penjelasan resmi. Jangan sampai ini preseden buruk,” pungkasnya.

Penutup: Krisis Kepercayaan atau Ketidaksiapan?

Anulir mutasi Pati TNI bukan sekadar urusan administrasi. Ia menyangkut integritas, keteladanan manajerial, dan relasi sipil-militer yang sehat. Jika benar murni teknis, seharusnya transparansi menjadi panglima. Tapi jika ada yang disembunyikan, maka publik berhak curiga.

Dalam demokrasi yang matang, TNI harus menjaga jarak aman dari hiruk pikuk kekuasaan sipil. Karena ketika seragam kehormatan dicurigai sebagai simbol loyalitas politik, maka yang runtuh bukan hanya kepercayaan publik, tapi juga wibawa tentara itu sendiri.

Tangkapan layar dan sumber utama berita ini adalah hasil pemantauan redaksi dari tayangan resmi Kompas TV.

banner-website

Viral

Populer