Benteng Baru Penegakan Hukum: Saat Tentara Menjaga Jaksa, Ada Apa dengan Indonesia?

Kamis, 15 Mei 2025 10:51:50

Pendidikan

Pihak Sekolah Dukung Kebijakan Pemprov Jabar, Murid Kecewa Study Tour yang Dinanti-Nanti Dibatalkan

haluanberitarakyat.com Bekasi, 28 April 2025 – Viralnya video protes orang tua murid terkait pengembalian uang…

Untuk pertama kalinya dalam sejarah republik, personel TNI ditugaskan menjaga institusi kejaksaan di seluruh Indonesia. Bukan tanpa sebab. Di balik perintah itu tersimpan peta konflik senyap, aroma sabotase hukum, hingga pertarungan elite kekuasaan.

Oleh Redaksi Investigasi HaluanBeritaRakyat.com | Mohamad Rohman

Jakarta, 15 Mei 2025 — Indonesia menyaksikan babak baru dalam sejarah penegakan hukum. Untuk pertama kalinya, institusi kejaksaan dijaga langsung oleh militer. Bukan oleh polisi, bukan pula oleh satuan pengamanan sipil, melainkan oleh prajurit TNI. Fakta ini diungkap lewat telegram militer berkode rahasia, beredar sejak awal Mei, yang berisi perintah penempatan personel TNI di Kejaksaan Agung, seluruh Kejaksaan Tinggi, dan Kejaksaan Negeri di 514 kabupaten/kota.

Sumber militer menyebut: “Ini perintah Presiden. Kami tidak tanya kenapa, kami hanya laksanakan.”

Langkah ini bukan tanpa alasan. Informasi yang diperoleh HaluanBeritaRakyat.com dari berbagai narasumber menyebutkan bahwa Kejaksaan kini berada dalam tekanan dan ancaman serius—bukan hanya dari luar, tapi juga dari kekuatan dalam sistem negara itu sendiri.

Bukan Sekadar Pengamanan: Ini Alarm Negara

Yang dijaga bukan hanya gedung, tetapi sistem hukum republik. Pengamanan ini dilatarbelakangi oleh serangkaian insiden senyap:

  • Pemantauan intensif terhadap Jaksa Agung Muda oleh oknum Densus 88,

  • Gangguan drone tanpa identitas di atas Gedung Bundar,

  • Dan pengepungan misterius dengan ratusan sepeda motor di malam hari.

Seorang sumber internal Kejaksaan Agung menyatakan, “Ini bukan paranoia. Ini nyata. Ada kekuatan yang ingin melemahkan Kejaksaan, dan mereka bukan orang biasa.”

Kejaksaan ‘All Out’, Musuh Hukum Balik Menyerang

Langkah ini muncul seiring Kejaksaan menggencarkan penyidikan terhadap “zona gelap” hukum nasional:

  • Mega-korupsi tambang timah,

  • Skandal mafia migas dalam tubuh BUMN,

  • Jejak gelap transaksi lintas kementerian dan konglomerasi politik-ekonomi.

Di balik kasus-kasus ini, disebut-sebut terdapat aktor besar: oligarki politik dan jaringan bisnis gelap yang memiliki kapasitas membajak hukum dan menggoyang institusi negara.

Presiden Prabowo, menurut sumber istana, “tak lagi bersabar.” Dalam rapat terbatas, ia disebut memberi lampu hijau kepada Panglima TNI untuk mengamankan jaksa. Bagi Kejaksaan, ini seperti memberi “rompi anti-peluru politik.”

TNI Turun: Payung Konstitusional atau Darurat Tersembunyi?

Juru bicara Kejaksaan menegaskan bahwa kerja sama ini sah menurut hukum, merujuk pada:

  • UU No. 11 Tahun 2021 tentang Kejaksaan,

  • UU No. 3 Tahun 2025 tentang TNI,

  • Perpres No. 15 Tahun 2021 tentang Organisasi Kejaksaan,

  • Dan Nota Kesepahaman 2023 antara Jaksa Agung dan Panglima TNI.

Namun, bagi publik, penjelasan ini justru memunculkan pertanyaan lebih dalam:

“Jika negara aman, kenapa jaksa harus dijaga tentara?”

“Kalau ancamannya berat, kenapa tak diumumkan darurat sipil?”

“Dan ke mana polisi?”

Pengamat hukum dan publik figur Karni Ilyas menyebut penugasan ini sebagai indikasi darurat yang tak diumumkan.

“Ketika tentara menjaga jaksa, itu bukan protokol biasa. Itu pesan politik keras bahwa sistem perlindungan hukum sipil dinilai gagal menghadapi tekanan dari kekuasaan gelap,” ujarnya dalam forum Indonesia Lawyers Club.

Ia menambahkan, “Rakyat perlu tahu: siapa musuh penegak hukum hari ini? Bukan maling ayam, tapi mungkin mereka yang duduk di lingkaran elite sendiri.”

Dibalik Sinergi, Tersirat Krisis Sistemik

Mayjen TNI Kris Tomi dari Puspen TNI menyatakan bahwa ini hanyalah bentuk perbantuan terbatas, sesuai permintaan dan kebutuhan wilayah. Tidak ada intervensi, tidak ada komando militer dalam tugas kejaksaan.

Namun, para analis menilai bahwa peristiwa ini mencerminkan krisis sistemik kepercayaan antar institusi negara. Ketika hukum butuh tentara untuk bertahan, maka yang sedang dilawan bukan pelanggar hukum biasa, tapi struktur kuasa yang menganggap diri kebal hukum.

Akhir atau Awal?

Apakah ini sekadar manuver taktikal? Atau babak awal benturan lebih besar antara penegakan hukum dan kekuasaan gelap? Yang jelas, Kejaksaan kini bukan hanya menggugat pelaku korupsi, tetapi berhadapan dengan sistem yang diduga melindungi mereka.

Jika benar ada operasi sabotase hukum dari dalam negara, maka penempatan militer bukan hanya soal pengamanan. Ini alarm keras bahwa negara sedang diuji dari dalam, oleh kekuatannya sendiri.

banner-website