Sekolah Dilarang Menahan Ijazah: Jawa Barat Wajib Lindungi Hak Pendidikan Siswa
Opini | Oleh: Mohamad Rohman – Pemimpin Redaksi HaluanBeritaRakyat.com Bekasi, 8 Juli 2025 “Ijazah bukan…
Opini | Oleh: Mohamad Rohman – Pemimpin Redaksi HaluanBeritaRakyat.com Bekasi, 8 Juli 2025 “Ijazah bukan…
Haluanberitarakyat.com – Jakarta. Luka itu masih membekas di jalanan Pejompongan, Jakarta Pusat. 28 Agustus 2025, sebuah kendaraan taktis (rantis) Brimob melindas seorang pengemudi ojek online, Affan Kurniawan (23), di tengah ricuh aksi unjuk rasa di sekitar Gedung DPR RI. Rekaman video warga yang merekam detik-detik kejadian viral di media sosial, memicu gelombang kritik terhadap aparat.
Hari ini, Senin, 1 September 2025, Divisi Profesi dan Pengamanan (Propam) Polri mengumumkan hasil pemeriksaan sementara. Dalam konferensi pers di Gedung Divpropam Polri, Jakarta Selatan, Kepala Biro Pengawasan Profesi (Karo Wabprof) Divpropam Polri, Brigjen Pol. Agus Wijayanto, mengungkap bahwa tujuh personel Brimob dinyatakan melanggar kode etik.
Menurut Agus, klasifikasi pelanggaran dibagi menjadi dua kategori: pelanggaran berat dan pelanggaran sedang.
Pelanggaran Berat (2 personel):
Kompol K (pengemudi rantis)
Bripka R (pendamping kursi depan)
“Mereka berperan langsung dalam insiden tersebut,” ujar Brigjen Pol. Agus Wijayanto, tegas.
Pelanggaran Sedang (5 personel):
Briptu D
Aipda M
Bripda M
Bharaka Y
Bharaka J
Kelima personel ini, kata Agus, memang tidak mengendalikan kendaraan. Namun, “mereka tetap wajib mematuhi prosedur operasional di lapangan.”
Agus memastikan penyelidikan dilakukan secara profesional dan terbuka. Ia menegaskan, sidang kode etik akan digelar pekan ini:
2 September 2025 → Pemeriksaan lanjutan seluruh personel
3 September 2025 → Sidang kode etik untuk pelanggaran berat
4 September 2025 → Sidang kode etik untuk pelanggaran sedang
“Tidak ada yang ditutupi. Kami membuka ruang pengawasan bagi Kompolnas dan Komnas HAM untuk menjamin transparansi,” kata Agus.
Di luar gedung Propam, pertanyaan publik tetap menggantung: bagaimana mungkin rantis seberat itu bisa melindas warga sipil di tengah kerumunan? Apakah standar prosedur pengendalian massa dijalankan dengan benar?
Kematian Affan Kurniawan bukan sekadar angka. Ia adalah simbol rapuhnya garis tipis antara pengamanan dan pelanggaran hak sipil. Polri berjanji menegakkan keadilan, tetapi publik menunggu lebih dari sekadar hukuman administratif. Kebenaran yang utuh adalah yang ditagih.
Kini, semua mata tertuju pada sidang etik yang akan digelar. Pertaruhannya bukan hanya nasib tujuh personel Brimob, tapi juga integritas Polri di mata rakyat.
15.00 WIB – Aksi unjuk rasa mahasiswa & buruh di sekitar Gedung DPR RI
17.30 WIB – Massa ricuh, aparat Brimob kerahkan rantis
18.00 WIB – Rantis Brimob melaju ke arah Pejompongan
18.05 WIB – Rantis melindas Affan Kurniawan (23), pengemudi ojol
18.10 WIB – Korban meninggal di lokasi, video viral
Pelanggaran Berat: Kompol K (sopir), Bripka R (pendamping depan)
Pelanggaran Sedang: Briptu D, Aipda M, Bripda M, Bharaka Y, Bharaka J
Berat: Peran langsung, ancaman sanksi berat hingga pemecatan
Sedang: Penumpang, wajib taati SOP, sanksi administratif/jabatan
2 Sept 2025 – Pemeriksaan lanjutan
3 Sept 2025 – Sidang etik pelanggaran berat
4 Sept 2025 – Sidang etik pelanggaran sedang
Polri membuka akses pengawasan bagi Kompolnas & Komnas HAM.
Janji: proses profesional, transparan, tanpa ditutupi. {RED}