Sekolah Dilarang Menahan Ijazah: Jawa Barat Wajib Lindungi Hak Pendidikan Siswa
Opini | Oleh: Mohamad Rohman – Pemimpin Redaksi HaluanBeritaRakyat.com Bekasi, 8 Juli 2025 “Ijazah bukan…
Opini | Oleh: Mohamad Rohman – Pemimpin Redaksi HaluanBeritaRakyat.com Bekasi, 8 Juli 2025 “Ijazah bukan…
Redaksi HaluanBeritaRakyat.com
JAKARTA, 21 Mei 2025 = Satu per satu kasus mega-korupsi terbuka di hadapan publik. Dari Pertamina, PT Timah, Duta Palma, Asabri, hingga Jiwasraya. Angka kerugian negara bukan lagi miliaran, tapi menembus triliunan rupiah — hampir 1.403 triliun jika dikalkulasi dari data yang diungkap oleh
Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (JAMPIDSUS), Febrie Adriansyah dalam beberapa jumpa pers Kejaksaan Agung. Namun masih ada pertanyaan yang menggantung: Ke mana saja aset sitaan itu? Berapa yang sudah disetorkan ke kas negara? Siapa saja pihak yang terlibat? Dan bagaimana proses lelangnya?
Sejumlah regulasi telah menjadi payung hukum dalam pengusutan dan pengelolaan hasil tindak pidana korupsi serta Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU), di antaranya:
UU Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan TPPU
UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
Peraturan Kejaksaan RI Nomor 15 Tahun 2020 tentang Pengembalian Kerugian Keuangan Negara dan Pemulihan Aset
Namun dalam praktiknya, proses transparansi masih dipertanyakan. Badan Pemulihan Aset (BPA) Kejaksaan Agung disebut sebagai pengelola hasil sitaan, tetapi publik belum mendapatkan informasi utuh tentang ke mana aliran hasil sitaan itu bermuara.
Kasus | Kerugian Negara | Aset Sitaan |
---|---|---|
PT Pertamina (Jargas) | Rp 968,5 triliun | Belum dirinci resmi – dalam proses audit dan sitaan tidak semua dikonversi |
PT Timah Tbk | Rp 300 triliun | Aset tambang, kapal isap, dan properti – sebagian belum dilelang |
Duta Palma Group | Rp 78 triliun | Ribuan hektare sawit, kendaraan mewah, dan 20 entitas perusahaan |
Asabri | Rp 22 triliun | Apartemen, saham bodong, properti mewah – dalam proses lelang tahap II |
Jiwasraya | Rp 17 triliun |
Saham, properti di SCBD, dan kendaraan – sebagian masuk kas negara |
Sumber: Kejaksaan Agung RI, JAMPIDSUS, BPA
Publik dikejutkan ketika Kejaksaan Agung menyatakan bahwa TPPU terhadap terdakwa Zarof Richard Lisa Rahmat hanya diberlakukan untuk periode 2023–2024, sedangkan dugaan suap dan gratifikasi mencakup tahun 2012–2022.
Anggota Komisi III DPR, Ahmad Sahroni dan Sudding, mempertanyakan logika hukum pemisahan waktu ini. Dalam forum rapat resmi, Sahroni menilai ini berpotensi “mengkanalisasi kasus” agar hanya terbatas pada satu nama. Apalagi, muncul keterangan bahwa Gunawan Yusuf, pemilik perusahaan Gulaku, terlibat dalam aliran suap ke Mahkamah Agung.
“Ini bukan hanya tentang Lisa Rahmat. Tapi soal siapa saja yang menerima suap dari kelompok Sarika, dari tingkat pertama hingga MA. Kalau kita mau bongkar, bongkar semua. Jangan cuma satu atau dua nama.”
— Dr. Hinca Pandjaitan, Anggota Komisi III DPR RI
“Kalau memang tanah yang dimiliki perusahaan-perusahaan besar seperti Gulaku ternyata lebih luas dari HGU-nya, itu potensi kerugian negara besar. Bisa dihitung dari hasil panen selama 10 tahun.”
— Adies Kadir, Ketua Komisi III DPR RI
Dari hasil sidang Mahkamah Agung dalam perkara Lisa Rahmat, nama Gunawan Yusuf dan entitas perusahaan PT Sugar Group Companies (Gulaku) disebut secara eksplisit. Diduga, pemberian suap berkaitan dengan pengurusan perkara dan perlindungan bisnis yang menyentuh ranah pengadilan.
Namun, Kejaksaan belum menetapkan status hukum lebih lanjut terhadap Gunawan Yusuf, meskipun nama dan keterangannya disebut dalam dokumen persidangan.
Salah satu tudingan publik adalah bahwa pemenang lelang aset sitaan seringkali berasal dari “lingkaran internal” institusi hukum. Tudingan ini dijawab oleh Kejaksaan bahwa semua proses dilakukan terbuka melalui lelang DJKN Kemenkeu. Namun, belum ada publikasi lengkap siapa yang menang, di mana, dan dengan harga berapa.
Desakan DPR RI kepada JAMPIDSUS Kejaksaan Agung agar membuka data aset sitaan, pemenang lelang, serta memperluas jangkauan penyidikan TPPU menjadi tonggak penting bagi integritas institusi hukum. Jika tidak, maka:
Kepercayaan publik akan terus merosot.
Kejaksaan Agung akan terkesan menutup-nutupi pelaku utama.
Rakyat akan merasa kehilangan hak atas pengembalian aset negara.
1. Grafik Kerugian Negara per Kasus (Triliun Rupiah)
2. Peta Aset Sitaan (Properti, Saham, Perkebunan)
3. Jalur Aliran Dana TPPU: Dari Suap ke Lelang