“Laptop Rp9,9 Triliun: Bayang-Bayang Skandal di Balik Digitalisasi Sekolah Era Nadiem Makarim”
Proyek pengadaan 1,1 juta laptop di masa pandemi Covid-19 kini menyeret mantan Mendikbud Ristek Nadiem…
Proyek pengadaan 1,1 juta laptop di masa pandemi Covid-19 kini menyeret mantan Mendikbud Ristek Nadiem…
Oleh Redaksi HaluanBeritaRakyat.com | Mohamad Rohman
Tel Aviv—Sabtu dini hari, 14 Juni 2025, langit Tel Aviv berubah jadi neraka. Rudal-rudal Iran, nyaris 350 unit, melesat dan menerangi langit malam seperti bola api santet. Suara sirene meraung, bukan hanya sebagai alarm, tapi juga tangisan panik yang menggema di antara bunker-bunker yang sesak dan basement yang sempit. Iran baru saja membuka babak baru dari dendamnya.
Ini bukan lagi perang bayangan seperti sebelumnya. Ini adalah serangan balasan ketiga, yang oleh banyak analis disebut sebagai “Serangan Hantu Tengah Malam”. Iron Dome, sistem pertahanan kebanggaan Israel yang selama ini dielu-elukan sebagai tak tertembus, terbukti bocor. Beberapa rudal hipersonik Iran—yang diyakini tak terdeteksi radar—berhasil menembus pertahanan dan menghantam titik-titik strategis di Tel Aviv, Ramatgan, dan Ashkelon.
“Ini bukan serangan. Ini adalah pesan berdarah dari Iran bahwa tidak ada lagi tempat yang aman di Israel,” ujar seorang analis pertahanan yang meminta identitasnya disamarkan.
Rakyat Israel berhamburan. Tapi kali ini, mereka tak tahu ke mana harus lari. Bunker-bunker umum penuh sesak. Keluarga-keluarga menggulung anak-anak mereka dengan selimut, bersembunyi di sudut basement, berharap itu cukup untuk menyelamatkan nyawa.
“Kami bahkan tidak bisa bernapas di dalam bunker. Orang tua, anak-anak, semuanya panik. Kami tidak tahu apa yang terjadi di luar,” kata seorang warga Tel Aviv dalam laporan langsung sebuah televisi lokal.
Militer Israel (IDF) mengakui korban jiwa puluhan orang dan menyebut ini sebagai salah satu serangan paling mematikan dalam satu dekade terakhir. Namun, yang lebih menakutkan adalah peringatan dari Iran: “Kami belum selesai. Serangan ini baru awal.”
Serangan brutal ini disebut sebagai respons atas serangan Israel beberapa waktu lalu ke jantung program nuklir Iran yang menewaskan ilmuwan dan komandan militer penting. Pemimpin Tertinggi Iran, Ayatollah Ali Khamenei, sebelumnya menyebut tindakan Israel sebagai “memainkan api di gudang mesiu”. Sekarang, ledakan demi ledakan adalah jawabannya.
Presiden AS, Donald Trump, yang kembali ke Gedung Putih di masa jabatan keduanya, mengingatkan bahwa masih ada peluang diplomasi.
“Iran masih bisa mundur, kembali ke meja perundingan terkait program nuklirnya,” ujar Trump dari Gedung Putih.
Tapi sinyal dari Teheran jelas. Mereka sudah melangkah terlalu jauh untuk kembali.
Ketegangan ini bukan hanya konflik dua negara. Ini adalah perang proksi yang bisa menjalar ke kawasan lebih luas. Sekutu Iran, termasuk kelompok milisi di Lebanon, Yaman, hingga pengaruh tidak langsung dari Cina dan Rusia, mulai memanas.
“Jika konflik ini memicu keterlibatan langsung Amerika Serikat, maka kita sedang melihat skenario perang regional yang akan sulit dikendalikan,” ujar seorang analis geopolitik di Al Jazeera.
China pun bersuara. Dalam pernyataan resminya pada Minggu, 15 Juni 2025, juru bicara Kemenlu China, Lin Jian, mengatakan:
“Kami menyerukan semua pihak untuk menghentikan eskalasi dan kembali ke dialog damai. China siap memainkan peran konstruktif demi stabilitas Timur Tengah.”
Kementerian Luar Negeri RI melalui Direktur Perlindungan WNI, Judha Nugraha, menyatakan Indonesia memantau ketat situasi dan telah menghubungi 386 WNI, mayoritas pelajar di Kota Kom, Iran.
“Kami imbau seluruh WNI untuk meningkatkan kewaspadaan dan menjaga komunikasi dengan KBRI Teheran,” ujarnya dalam jumpa pers.
Menlu RI Sugiono pun menyerukan semua pihak untuk menahan diri, dengan harapan konflik tidak berubah menjadi bencana global.
Apa yang sedang kita saksikan bukan sekadar perang. Ini adalah ujian bagi kemanusiaan, diplomasi, dan peradaban. Rudal mungkin menghancurkan kota, tapi ketakutan yang ditanam jauh lebih menghancurkan: ketidakpastian akan masa depan.
Ketika bom meledak dan anak-anak menangis di ruang bawah tanah, dunia bertanya:
Apakah kita masih punya harapan untuk damai, atau kita sedang meluncur perlahan ke jurang Perang Dunia Ketiga?
Redaksi HaluanBeritaRakyat.com terus memantau perkembangan dan akan memberikan update terbaru dari berbagai sumber terpercaya.
Ikuti terus serial liputan “Langit Timur Tengah Membara” hanya di HaluanBeritaRakyat.com.
Bagikan artikel ini jika Anda peduli pada perdamaian dunia.
Suarakan pendapatmu di kolom komentar: “Apa yang seharusnya dilakukan dunia untuk mencegah perang global?”