Kehangatan di Pagi Tualang: Kisah Mbah Soli, 90 Tahun, yang Disambangi Polisi dengan Sepaket Kepedulian

Jumat, 15 Agustus 2025 12:36:33

Pendidikan

Sekolah Dilarang Menahan Ijazah: Jawa Barat Wajib Lindungi Hak Pendidikan Siswa

Opini | Oleh: Mohamad Rohman – Pemimpin Redaksi HaluanBeritaRakyat.com Bekasi, 8 Juli 2025 “Ijazah bukan…

Oleh: Haluanberitarakyat.com

PERAWANG – Pagi di Kampung Maredan Barat, Kecamatan Tualang, Kabupaten Siak, terasa lebih hangat dari biasanya. Matahari belum tinggi, udara masih lembut, dan di sebuah rumah berdinding papan yang sederhana, sepasang lansia menyambut tamu tak biasa.

Mbah Soli, lelaki renta berusia 90 tahun, dan istrinya, Saminem (85), hidup dengan keteguhan hati di rumah kecil itu. Kayu-kayu dindingnya mulai menua, namun senyum mereka tetap muda. Kehidupan di usia senja mereka bukanlah cerita tentang kemewahan, melainkan tentang kesabaran dan kekuatan bertahan di tengah keterbatasan.

Jumat pagi (15/8/2025) itu, halaman rumah Mbah Soli didatangi Panit Binmas Ipda Sugeng Mishari, S.H., bersama Kasi Humas Aiptu Jonas dan Bhabinkamtibmas Maredan Barat Aipda Azwan Har. Mereka tidak datang dengan sirine atau atribut penegakan hukum, melainkan dengan tangan penuh paket sembako dan hati yang membawa rasa peduli.

Kami ingin hadir di tengah masyarakat, membantu meringankan beban, sekaligus menjalin silaturahmi,” ucap Ipda Sugeng, sambil menyerahkan bantuan itu dengan senyum tulus.

Bantuan ini adalah bagian dari Program Jumat Berbagi Polsek Tualang—sebuah gerakan kecil yang memberi arti besar, terlebih bagi mereka yang tinggal di ujung-ujung kampung, jauh dari hiruk-pikuk kota.

Kapolres Siak, AKBP Eka Ariandy Putra, S.H., S.I.K., M.Si., melalui Kapolsek Tualang Kompol Hendrix, S.H., M.H., menegaskan bahwa kegiatan seperti ini akan terus berlanjut. “Bukan hanya soal sembako, tapi soal merawat rasa kemanusiaan di tengah masyarakat. Kepedulian sosial adalah tanggung jawab kita semua,” ujarnya.

Bagi Mbah Soli, paket itu lebih dari sekadar beras, minyak, atau gula. Ia adalah tanda bahwa di masa tuanya, ia dan istrinya masih dilihat, masih diingat, dan tidak berjalan sendiri.

Dengan suara bergetar, ia berkata, “Terima kasih, Nak. Saya senang, bukan karena makanannya saja… tapi karena ada yang datang, mengingat kami.

Di balik papan-papan tua rumah Mbah Soli, pagi itu meninggalkan cerita tentang kepedulian yang tak lekang oleh waktu. Tentang bagaimana kehadiran—meski sederhana—bisa menjadi penghangat di usia senja. Dan tentang bagaimana, di tengah kesibukan dunia, masih ada yang mau berhenti sejenak untuk mengetuk pintu, menyapa, dan berbagi rasa kemanusiaan. {RED}

banner-website

Viral

Populer