Dari Teriakan ke Lesehan: Mahasiswa Lampung Warnai Demokrasi dengan Aksi Damai

Senin, 1 September 2025 08:34:42

Pendidikan

Sekolah Dilarang Menahan Ijazah: Jawa Barat Wajib Lindungi Hak Pendidikan Siswa

Opini | Oleh: Mohamad Rohman – Pemimpin Redaksi HaluanBeritaRakyat.com Bekasi, 8 Juli 2025 “Ijazah bukan…

Bandar Lampung, 1 September 2025 – Haluanberitarakyat.com

Ribuan mahasiswa yang tergabung dalam Aliansi Lampung Melawan memenuhi halaman depan Gedung DPRD Provinsi Lampung sejak pagi hari. Dengan spanduk, megafon, dan orasi lantang, mereka menyerukan sepuluh tuntutan yang dianggap mewakili jeritan rakyat: dari pengesahan UU Perampasan Aset, pemangkasan tunjangan DPR, hingga reformasi agraria dan pendidikan.

Atmosfer jalanan berubah menjadi arena politik rakyat. Barisan kawat berduri membatasi langkah mereka, namun suara mahasiswa tetap menembus pagar besi. “Kami di sini menolak aturan yang menindas rakyat Indonesia!” seru seorang orator, disambut riuh tepuk tangan dan yel-yel solidaritas.

Dialog di Tengah Lautan Massa

Ketegangan seolah mencair pada pukul 12.50 WIB. Di antara ribuan massa, Gubernur Lampung Rahmat Mirzani Djausal, Pangdam XXI/Raden Intan Mayjen TNI Kristomei Sianturi, dan Kapolda Lampung Irjen Pol Helmy Santika melangkah ke depan gerbang. Mereka tidak berdiri di mimbar, melainkan duduk lesehan sejajar dengan mahasiswa.

Dalam suasana penuh hormat, aspirasi dibacakan satu per satu: desakan agar UU Perampasan Aset segera disahkan, tuntutan pemangkasan tunjangan anggota DPR, evaluasi menyeluruh terhadap Polri, hingga pengukuran ulang lahan SGC yang dinilai merugikan petani lokal.

“Ini aksi yang tertib dan bermartabat. Saya pastikan aspirasi saudara-saudara akan kami sampaikan ke pemerintah pusat,” ujar Gubernur Rahmat, disambut tepuk tangan mahasiswa.

Momen penting terjadi ketika Kapolda Lampung, Irjen Pol Helmy Santika, menyampaikan permintaan maaf atas insiden tewasnya Affan Kurniawan, pengemudi ojek online di Jakarta. “Kami tidak ingin peristiwa memilukan itu terulang. Saya pribadi memohon maaf,” ucapnya. Kalimat itu langsung memicu sorak apresiasi dari mahasiswa.

Sementara Pangdam Kristomei menegaskan: “Hari ini Lampung memberi contoh. Aksi bisa dilakukan tanpa kekerasan, justru menjadi bukti kedewasaan demokrasi.”

Aksi Damai, Berakhir dengan Gotong Royong

Sekitar pukul 14.00 WIB, setelah dialog usai, massa membubarkan diri dengan tertib. Tidak ada pecah kaca, tidak ada bentrokan. Yang terjadi justru pemandangan langka: mahasiswa bersama aparat TNI–Polri bahu-membahu mengumpulkan sampah bekas aksi. Polisi memimpin kerja bakti, mahasiswa menyusul dengan kantong-kantong plastik.

“Demokrasi bukan hanya tentang orasi, tapi juga tanggung jawab,” ujar seorang mahasiswa sambil mengangkat tumpukan spanduk yang sudah lusuh.

Catatan Demokrasi dari Lampung

Aksi ini menjadi penanda bahwa demonstrasi bukan selalu tentang benturan. Ketika mahasiswa berani menyuarakan, pemerintah mau mendengar, dan aparat membuka ruang dialog, demokrasi menemukan wajahnya yang sejati.

  • Tertib dan substansial: 10 tuntutan mahasiswa berakar pada isu nasional, bukan sekadar simbolik.

  • Dialog terbuka: Duduk lesehan antara pejabat dan massa menunjukkan kesetaraan moral.

  • Apresiasi moral: Permintaan maaf Kapolda menjadi jembatan kepercayaan publik.

  • Gotong royong pasca aksi: Membersihkan sampah bersama menegaskan bahwa demokrasi harus berakhir dengan persaudaraan.

Lampung, pada 1 September 2025, mencatatkan sejarah: suara mahasiswa bergema, pemimpin merespons, aparat menenangkan, dan rakyat pulang dengan rasa hormat. {RED}

banner-website

Viral

Populer