JalananBerontak: Ketika Rakyat Bernama Ojol Melawan Sunyi Regulasi

Rabu, 21 Mei 2025 03:53:28

Pendidikan

Pihak Sekolah Dukung Kebijakan Pemprov Jabar, Murid Kecewa Study Tour yang Dinanti-Nanti Dibatalkan

haluanberitarakyat.com Bekasi, 28 April 2025 – Viralnya video protes orang tua murid terkait pengembalian uang…

Oleh: Mohamad Rohman | HaluanBeritaRakyat.com

21 Mei 2025

“Kami tidak anti-teknologi. Kami anti ketidakadilan.”

– Spanduk pengemudi ojek online, Jakarta

JAKARTA – Bising klakson dan pekikan orator di tengah panas ibu kota bukan sekadar bentuk amarah. Itu adalah jeritan. Jeritan dari mereka yang selama ini disebut ‘pahlawan digital’, tapi tak pernah benar-benar dihargai sebagai pekerja.

Ribuan pengemudi ojek online—mereka yang setiap hari mengantar makanan, penumpang, dan paket kehidupan—turun ke jalan. Di depan kantor aplikator raksasa, di Patung Kuda, di Gedung DPR. Jakarta berubah menjadi medan suara. Judul aksinya: #JalananBerontak.

Mereka yang Dilangkahi Regulasi

Lebih dari 2,5 juta pengemudi ojol di Indonesia secara de facto telah menjadi tulang punggung transportasi dan logistik urban. Namun secara de jure, keberadaan mereka masih terombang-ambing di antara logika pasar bebas dan sunyinya regulasi ketenagakerjaan digital.

Padahal, Kementerian Perhubungan sudah mengeluarkan Peraturan Menteri Perhubungan (PM) No. 12 Tahun 2019 serta Keputusan Menhub No. KP 1001 Tahun 2022 tentang tarif batas bawah dan atas ojek online. Tapi di lapangan, aplikator justru dianggap menginjak aturan itu.

“Tarif kami ditekan. Potongan aplikator bisa 20–30 persen. Lalu ke mana regulasi yang dijanjikan?” — Orator SPOI, Jakarta

Potongan, Sanksi Algoritma, dan Hidup yang Tercekik

Tuntutan utama pengemudi ojol tidak berubah sejak 2017:

  • Potongan aplikator maksimal 10%

  • Transparansi algoritma dan sanksi otomatis

  • Status hukum dan perlindungan kerja

  • Sanksi tegas bagi aplikator yang melanggar regulasi

  • Negara hadir sebagai pelindung, bukan penonton

“Kami punya motor, bensin, waktu, bahkan nyawa. Tapi aplikator yang cuma punya aplikasi malah kaya raya.” — Teguh, ojol dari Depok

Paradoks Ekonomi Digital: Untung di Satu Sisi, Tumbal di Sisi Lain

Berdasarkan data BPS (Badan Pusat Statistik) tahun 2024, sektor transportasi online menyumbang 3,1% terhadap PDB nasional, dengan estimasi transaksi mencapai Rp178 triliun/tahun.

Namun, laporan Bank Dunia menyebut bahwa 80% pengemudi ojol hidup di bawah penghasilan layak regional, dengan pengeluaran operasional yang menyedot 60–70% pendapatan harian mereka.

“Di era digital, teknologi dimuliakan. Tapi manusianya dibiarkan jadi korban sistem.” — Pengamat Ketenagakerjaan, UI

Sanksi untuk Aplikator: Masih Sebatas Ancaman

Hingga saat ini, belum ada aplikator yang dijatuhi sanksi tegas meskipun terbukti melanggar regulasi tarif.

Dirjen Perhubungan Darat menyatakan bahwa pemerintah tengah mengevaluasi kembali mekanisme sanksi, termasuk kemungkinan mencabut izin operasional jika aplikator terbukti:

  • Mengabaikan tarif minimum (PM 12/2019)

  • Memberlakukan sanksi otomatis tak manusiawi

  • Menghindari kewajiban pajak & jaminan sosial

“Kami tidak bisa lagi membiarkan disrupsi melindas keadilan. Negara harus menyeimbangkan kekuasaan algoritma dengan keadilan manusiawi.”

Dudi Purwagandi, Menteri Perhubungan

Respons Pemerintah: Janji Dialog, Belum Ada Aksi

Massa aksi mendesak agar Presiden Prabowo dan DPR segera:

  • Mewajibkan aplikator patuh pada regulasi ketenagakerjaan

  • Mengeluarkan PP khusus tentang perlindungan pekerja digital

  • Menetapkan batas maksimal potongan & mekanisme evaluasi algoritma

Namun hingga malam, belum ada keputusan resmi. Dirjen Hubdat hanya menyatakan “siap dialog”, tapi perwakilan demonstran masih belum difinalisasi akibat fragmentasi komunitas ojol.

Paradigma Terbalik: Siapa Sebenarnya yang Bergantung pada Siapa?

Negara menggantungkan distribusi logistik harian pada ojol. Konsumen menggantungkan kenyamanan. Aplikator menggantungkan laba. Tapi pengemudi? Mereka menggantungkan hidup mereka pada ‘bintang’ lima dari pelanggan—dan sistem yang tak mereka pahami.

Mereka bukan hanya pengemudi. Mereka adalah infrastruktur tak kasatmata. Dan kini, infrastruktur itu sedang berontak.

TABEL: DATA PENGEMUDI OJOL INDONESIA 2024

Keterangan Angka
Jumlah pengemudi aktif 2,58 juta
Rata-rata pendapatan bersih harian Rp68.000
Rata-rata potongan aplikator 20–25%
Pengemudi dengan asuransi BPJS < 40%
Aksi demonstrasi nasional terakhir

14 kota, 25.000 peserta (Mei 2025

APA KATA HUKUM?

PM Perhubungan No. 12 Tahun 2019: Mengatur tarif dasar & perlindungan konsumen.

Kepmenhub No. KP 1001 Tahun 2022: Menetapkan tarif minimum dan maksimum.

UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan: Belum secara eksplisit mengatur pekerja digital.

⚠️ Belum ada regulasi setingkat UU yang mengatur hubungan kerja ojol secara adil dan menyeluruh.

Akhir Kata: Jalanan Berontak Karena Negara Diam

Aksi #JalananBerontak bukan sekadar perlawanan. Ia adalah kritik. Ia adalah pertanyaan besar kepada negara:

Di mana negara ketika rakyatnya dilindas sistem?

Dan selama suara di jalanan belum dijawab dengan keadilan yang nyata, mungkin klakson dan pekikan para ojol akan terus menggema. Di jalanan, di media sosial, di sejarah negeri ini.

foto tangkapan layar cnn indonesia

banner-website

Viral

Populer