“Laptop Rp9,9 Triliun: Bayang-Bayang Skandal di Balik Digitalisasi Sekolah Era Nadiem Makarim”
Proyek pengadaan 1,1 juta laptop di masa pandemi Covid-19 kini menyeret mantan Mendikbud Ristek Nadiem…
Proyek pengadaan 1,1 juta laptop di masa pandemi Covid-19 kini menyeret mantan Mendikbud Ristek Nadiem…
Lubuk Pakam, 20 Juni 2025 — Oleh Redaksi HaluanBeritaRakyat.com | Mohamad Rohman
“Bukan soal mahkota di kepala, tapi warisan semangat di hati anak muda daerah.”
Itulah pesan yang ingin disuarakan Kezia Megas Sipahutar, pelajar bersahaja dari Tanjung Morawa, yang kini menapaki jalan menuju pentas nasional sebagai Putri Pelajar Sumatera Utara. Dari sekolah negeri biasa, dari keluarga sederhana, lahirlah cahaya yang kini dikawal penuh oleh pemangku kebijakan—mulai dari DPRD Deli Serdang hingga jajaran kepolisian.
Padahal, tak banyak yang menyangka. Di tengah wajah birokrasi yang sering dingin terhadap prestasi, Kezia justru menjadi pengecualian. Ia bukan anak pejabat, bukan selebriti digital, tetapi keberanian dan budayanya membuatnya diperhitungkan.
“Anak-anak seperti Kezia bukan sekadar pelajar. Mereka adalah pesan: bahwa masa depan daerah ini bisa bersinar jika diberi tempat untuk tumbuh.”
Kezia telah mengharumkan nama Medan dan Provinsi Sumatera Utara sebagai pemenang tingkat provinsi kategori Putri Pelajar. Namun untuk melangkah ke level nasional, ia butuh lebih dari sekadar semangat. Ia butuh sistem yang hadir. Ia butuh negara yang tak hanya melihat, tapi juga mengulurkan tangan.
Pertemuan yang digelar di Kantor DPRD Deli Serdang pertengahanJuni 2025 adalah bukti bahwa ada yang masih peduli. Wakil Ketua III DPRD, H. Hamdani Saputra, menerima Kezia bersama rombongan dan menyatakan dukungan moril serta kesiapan DPRD mendampingi langkah Kezia.
Namun satu nama masih dinantikan: Alexander Sinulingga, S.STP., M.Si., , Kepala Dinas Pendidikan Provinsi Sumatera Utara.
“Kami berharap Dinas Pendidikan Sumut segera memberikan dukungan resmi. Karena ini bukan sekadar kompetisi, tapi momentum pembinaan karakter dan publikasi potensi Sumut lewat generasi muda,” ujar Makmur Sitompul.
Para pemangku kepentingan menegaskan bahwa setiap prestasi pelajar harus dibalas dengan dukungan terstruktur. Ini termasuk pembinaan lanjutan, fasilitasi keberangkatan ke tingkat nasional, serta publikasi potensi daerah yang dibawa oleh Kezia—baik melalui busana daerah, narasi budaya, hingga nilai-nilai karakter lokal.
“Banyak anak berprestasi yang hilang karena tak didukung. Kita tidak ingin Kezia jadi bagian dari statistik itu. Kita ingin dia jadi contoh sukses anak Sumut yang didampingi hingga akhir,” ungkap Yafizham.
Bagi Kezia, kemenangan bukan tentang selempang atau panggung. Tapi tentang menyuarakan bahwa dari desa, dari sekolah negeri biasa, ada anak yang bisa bersaing membawa nama daerahnya. Bahwa pelajar Sumut juga bisa tampil bukan hanya cerdas, tapi membawa budaya dan kebanggaan lokal.
Dengan waktu yang kian sempit menjelang keberangkatan ke ajang nasional, para pemangku kepentingan berharap agar Dinas Pendidikan Sumatera Utara melalui Alexander Sinulingga tidak diam. Publik menunggu langkah konkret, bukan hanya retorika.
“Kami mohon agar dukungan dari provinsi segera turun. Jangan biarkan Kezia melangkah sendiri ketika dia membawa nama kita semua,” tambah Ferawati Simanjuntak, ibunda Kezia, dengan mata berkaca.
Kezia adalah gambaran anak muda yang gigih, yang mewakili semangat lokal dan wajah Indonesia yang inklusif. Ketika ia melangkah ke panggung nasional nanti, ia tak hanya membawa nama diri, tapi seluruh impian pelajar daerah.
Mari kita pastikan bahwa dari Tanjung Morawa, bukan hanya Kezia yang bersinar, tapi sistem yang turut menyinari.