Presiden Prabowo Kecam “Serakahnomics”: Negara Harus Rebut Kembali Kendali atas Produksi Pangan Strategis

Jumat, 25 Juli 2025 04:02:01

Pendidikan

Sekolah Dilarang Menahan Ijazah: Jawa Barat Wajib Lindungi Hak Pendidikan Siswa

Opini | Oleh: Mohamad Rohman – Pemimpin Redaksi HaluanBeritaRakyat.com Bekasi, 8 Juli 2025 “Ijazah bukan…

Presiden Prabowo Subianto menegaskan komitmennya terhadap pelaksanaan Pasal 33 Ayat 2 Undang-Undang Dasar 1945 dalam sambutannya pada Peringatan Hari Lahir ke-27 Partai Kebangkitan Bangsa (PKB)

Oleh: Tim Redaksi HaluanBeritaRakyat.com | Editor: Mohamad Rohman

Jakarta — Dalam pidato politik yang sarat makna dan penuh kritik tajam, Presiden Prabowo Subianto mengguncang forum peringatan Hari Lahir ke-27 Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) di Jakarta Convention Center, Rabu (23/7), dengan menyuarakan kecaman terhadap praktik ekonomi yang ia sebut sebagai “serakahnomics” — sebuah istilah baru yang menggambarkan kerakusan sistemik yang merampas hak-hak dasar rakyat dalam sektor pangan.

Di hadapan ribuan kader dan tokoh nasional, Presiden menegaskan kembali komitmennya terhadap implementasi Pasal 33 Ayat 2 Undang-Undang Dasar 1945, yang menekankan bahwa cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan menyangkut hajat hidup orang banyak harus dikuasai oleh negara, bukan dikendalikan oleh pasar atau segelintir spekulan.

“Pasal 33 ini adalah senjata pamungkas kita. Kalau produksi beras, jagung, minyak goreng itu menyangkut hajat hidup orang banyak, maka tidak boleh diserahkan kepada mekanisme pasar yang serakah,” tegas Presiden dengan suara meninggi.

Ironi Subsidi dan Spekulasi: Uang Rakyat, Untung Spekulan

Presiden secara lugas mengungkap paradoks memilukan dalam sektor pangan nasional. Meski negara telah mengucurkan triliunan rupiah dalam bentuk subsidi untuk benih, pupuk, hingga irigasi, nyatanya hasil akhir dari produksi pangan justru dikendalikan oleh para spekulan dan mafia distribusi.

“ Beras yang disubsidi ini, yang ditempel katanya beras premium. Harganya tambah Rp5.000–Rp6.000, di jual lebih mahal,  itu pidana. Itu mencuri uang rakyat,” kecam Presiden.

Ia menyebut bahwa kerugian negara akibat manipulasi harga dan kemasan beras mencapai Rp100 triliun per tahun, sebuah angka mencengangkan yang menuntut penindakan hukum keras.

Tegas: Perintah Langsung pada Kapolri dan Jaksa Agung

Tidak hanya berhenti pada kritik, Presiden Prabowo langsung menginstruksikan Kapolri dan Jaksa Agung untuk menindak para pelaku. “Usut! Tindak! Sita! Jangan beri ruang bagi kejahatan pangan,” ujarnya dengan nada serius.

Pernyataan ini menandai babak baru dalam arah kebijakan pangan nasional. Presiden menyampaikan bahwa negara tidak akan tinggal diam menyaksikan rakyatnya dikhianati oleh sistem ekonomi yang menindas petani dan memiskinkan konsumen.

“Serakahnomics” vs Ekonomi Kerakyatan: Pilihan Ideologis

Istilah “serakahnomics” yang dilontarkan Presiden langsung menjadi trending dan memantik diskusi publik. Frasa ini menyentil pola ekonomi liberal yang selama ini membuka celah bagi korporasi besar dan oknum elit mempermainkan harga barang pokok.

Presiden menyerukan kembalinya ekonomi kerakyatan berbasis keadilan sosial, di mana negara hadir sebagai pelindung dan pengelola sektor-sektor vital seperti pangan, energi, dan kesehatan.

“Indonesia ini produsen kelapa sawit terbesar di dunia. Tapi kenapa minyak goreng bisa langka? Ini tanda tanya besar bagi kita semua. Ada yang salah dan harus diperbaiki,” tandasnya.

Momentum Koreksi Arah Ekonomi Nasional

Pidato ini bukan sekadar kritik, tetapi seruan keras untuk mengembalikan kedaulatan ekonomi ke tangan rakyat. Presiden menegaskan bahwa pembangunan bukan sekadar angka pertumbuhan, tetapi menyangkut keadilan dalam distribusi dan keberpihakan pada yang lemah.

“Negara tidak boleh jadi penonton. Kita harus rebut kembali kendali atas pangan dan energi,” pungkas Prabowo.

📌 Catatan Redaksi

Pidato ini menjadi peringatan keras bahwa negara harus hadir sebagai pengatur, bukan sekadar fasilitator. Di tengah gelombang liberalisasi dan spekulasi yang menggerus keadilan sosial, suara Presiden Prabowo menjadi tanda bahwa perubahan arah ekonomi bukan sekadar opsi, tetapi keharusan konstitusional.

 Foto: BPMI Setpres/Rusman

 Sumber: BPMI Sekretariat Presiden RI

 Referensi tambahan: UU 1945 Pasal 33, Laporan BPK tentang distribusi subsidi pangan 2024, Data BPS harga beras dan jagung 2023–2025.

banner-website

Viral

Populer