Menuju Jakarta Global: Transparansi, Kolaborasi, dan Tata Kelola Bersih di Tengah Tantangan Ketimpangan dan Inefisiensi

Jumat, 11 Juli 2025 02:26:24

Pendidikan

Sekolah Dilarang Menahan Ijazah: Jawa Barat Wajib Lindungi Hak Pendidikan Siswa

Opini | Oleh: Mohamad Rohman – Pemimpin Redaksi HaluanBeritaRakyat.com Bekasi, 8 Juli 2025 “Ijazah bukan…

Oleh: Redaksi HaluanBeritaRakyat.com | Mohamad Rohman

Jakarta, 11 Juli 2025 — “Saya sudah selesai dengan diri saya sendiri.” Kalimat itu meluncur tegas dari Gubernur DKI Jakarta dalam forum strategis nasional bersama KPK dan sejumlah kepala daerah. Sebuah pengakuan yang tidak hanya mencerminkan pengalaman panjang di pemerintahan, tapi juga menjadi pijakan moral untuk membangun tata kelola pemerintahan yang bersih, transparan, dan berkelanjutan di tengah transisi Jakarta menjadi kota global.

Dalam forum yang turut dihadiri oleh Wakil Ketua KPK Yohanes Tanak, Gubernur Banten Andra Soni, Gubernur Lampung Rahmat Mirzani Djausal, dan sejumlah kepala daerah dari Sumatera dan Kalimantan, Gubernur Jakarta membuka paparan panjang tentang arah pembangunan Ibu Kota usai Undang-Undang No. 2 Tahun 2024 ditetapkan. UU tersebut mengubah status Jakarta dari ibu kota negara menjadi pusat ekonomi nasional dan kota global.

Namun hingga kini, status itu belum efektif. “Sampai hari ini, Jakarta masih ibu kota negara karena Perpres penetapan belum ditandatangani Presiden,” ungkapnya.

Transparansi dan Akuntabilitas: Pilar Menuju Kota Global

Sebagai calon kota global, Jakarta menempati peringkat ke-74 dari 156 kota dunia, namun masih menyimpan tantangan besar. Ketimpangan ekonomi menjadi ancaman serius dengan indeks gini rasio yang terus melebar pasca-COVID-19. Untuk memutus rantai ketidakberuntungan, Pemprov Jakarta meluncurkan program-program afirmatif:

  • Kartu Jakarta Pintar (KJP) untuk 707.000 siswa senilai Rp1,6 triliun

  • Kartu Jakarta Mahasiswa Unggul (KJMU) hingga jenjang S3

  • Pemutihan Ijazah bagi 6.652 siswa yang tertahan karena biaya

  • Pelatihan kerja berbasis kecamatan dan reformasi syarat PPSU agar inklusif

“Transparansi bukan pilihan. Itu kewajiban,” ujarnya. Salah satu reformasi besar dilakukan pada tata kelola perizinan bangunan, khususnya terkait Koefisien Lantai Bangunan (KLB) yang kerap menjadi lahan praktik transaksional. “Dulu bisa bertahun-tahun. Sekarang 15 hari selesai atau gubernur langsung yang tanda tangan,” tegasnya. Salah satu kasus konkret adalah percepatan perizinan Hotel Pullman dengan transparansi dan pembayaran retribusi Rp480 miliar.

Kolaborasi Regional: Dari TransJakarta ke TransJabodetabek

Dalam bidang transportasi, Jakarta berinovasi dengan memperluas jangkauan TransJakarta menjadi TransJabodetabek, termasuk Bekasi, Tangerang, Depok, dan Bogor. “Kita paksa warga pindah dari kendaraan pribadi ke angkutan umum,” jelasnya. Hasilnya, survei TomTom mencatat penurunan tingkat kemacetan Jakarta yang kini berada di urutan ke-90 dunia, lebih baik dari Bandung dan Surabaya.

Pencegahan Korupsi: Sistem, Bukan Sekadar Integritas Individu

Wakil Ketua KPK Yohanes Tanak menegaskan pentingnya kecukupan fiskal untuk menghindari korupsi. “Ada dua jenis korupsi: struktural yang bisa dihukum, dan kultural yang seolah sah tapi merugikan negara,” ujarnya. Salah satu sumber inefisiensi terletak pada birokrasi gemuk dan sistem tunjangan kinerja berbasis dokumen administratif yang tidak mencerminkan pelayanan riil kepada masyarakat.

Regulasi yang relevan dalam konteks ini antara lain:

  • Undang-Undang No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara

  • Undang-Undang No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah

  • Peraturan Pemerintah No. 12 Tahun 2019 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah

  • Peraturan KPK No. 7 Tahun 2020 tentang Strategi Nasional Pencegahan Korupsi

Dilema di Daerah: Ketimpangan Fiskal dan Beban Politik DPRD

Gubernur Lampung, Rahmat Djausal, membeberkan realitas pahit di tingkat daerah: ketidakseimbangan fiskal dan tekanan politik terhadap kepala daerah serta DPRD. “Inefisiensi besar terjadi saat perjalanan dinas 1 anggota DPRD diikuti 7 pendamping. Anggaran besar, manfaat kecil,” ujarnya. Ia mengusulkan reformasi sistem tunjangan DPRD berbasis kehadiran dan rapat sebagai bentuk efisiensi dan keadilan fiskal.

Solusi: Digitalisasi, Anggaran Sosial, dan Edukasi Publik

Diperlukan keterbukaan penuh melalui digitalisasi anggaran. “APBD harus ditransparansikan via TikTok, Instagram, YouTube. Rakyat kita justru makin peduli jika diberi tahu terang-terangan,” ujar Gubernur Jakarta. Selain itu, ia mendorong adanya anggaran operasional fleksibel bagi kepala daerah untuk menangani situasi darurat secara cepat tanpa tersandung prosedur anggaran yang kaku.

Penutup: Integritas Harus Dimulai dari Sistem

Di akhir pidatonya, Gubernur Jakarta menegaskan: “Godaannya terlalu besar jika hanya mengandalkan moral. Maka sistem harus dibangun untuk melindungi diri kita sendiri.”

Dengan anggaran hampir Rp91 triliun, Jakarta tidak bisa hanya mengandalkan jargon atau simbol. Dibutuhkan tata kelola yang terintegrasi, kolaboratif lintas daerah, serta keberanian untuk transparan dan menghadapi godaan kekuasaan dengan sistem yang melindungi, bukan melemahkan.

 Catatan Redaksi:

Forum ini menjadi refleksi penting bahwa masa depan Jakarta dan daerah lainnya bergantung pada kolaborasi antarpemimpin, penguatan sistem, serta keberanian membuka diri pada publik. Menuju Jakarta sebagai kota global bukan semata soal infrastruktur dan gedung pencakar langit, tapi soal keadilan, transparansi, dan keberanian untuk bersih.

“Kalau hari ini rakyat hanya menyalahkan pejabat, ke depan harus ada ruang juga untuk mendidik rakyat agar tak cuma menuntut, tapi juga bertanggung jawab.” — Gubernur DKI Jakarta

Redaksi HaluanBeritaRakyat.com

Editor: Mohamad Rohman, Foto : Tangkapan layar Kompas

Narasumber: Yohanes Tanak (Wakil Ketua KPK), Gubernur DKI Jakarta, Gubernur Lampung, Gubernur Sumsel

Undang-undang Terkait: UU 2/2024, UU 23/2014, PP 12/2019, Peraturan KPK 7/2020

banner-website

Viral

Populer