“Laptop Rp9,9 Triliun: Bayang-Bayang Skandal di Balik Digitalisasi Sekolah Era Nadiem Makarim”
Proyek pengadaan 1,1 juta laptop di masa pandemi Covid-19 kini menyeret mantan Mendikbud Ristek Nadiem…
Proyek pengadaan 1,1 juta laptop di masa pandemi Covid-19 kini menyeret mantan Mendikbud Ristek Nadiem…
Sejumlah diaspora Indonesia menyambut kedatangan Presiden Prabowo Subianto di hotel bermalam di Singapura, pada Minggu malam, 15 Juni 2025 Foto: BPMI Setpres/Laily Rachev
Oleh Redaksi HaluanBeritaRakyat.com | Singapura, Minggu 15 Juni 2025
“Baru pertama kali lihat langsung… dan Bapak Presiden buka kaca jendela mobilnya. Rasanya deg-degan banget, tapi juga bangga.”
Ungkapan sederhana Jocelyn, mahasiswa Indonesia di Singapura, menggambarkan lebih dari sekadar pertemuan dengan Presiden. Ia mewakili ribuan suara anak negeri di luar tanah air — yang tak pernah lepas rasa rindu pada Indonesia dan kini menemukan harapan baru dalam figur Prabowo Subianto.
Malam itu, di bawah gemerlap langit Singapura yang sejuk dan formal, suasana berubah hangat dan emosional. Presiden Prabowo Subianto baru saja tiba di hotel tempatnya bermalam dalam rangka kunjungan kenegaraan. Tapi yang menyambutnya bukan hanya protokol, melainkan: rakyat.
Dari anak-anak kecil berpakaian adat, hingga mahasiswa PPI (Perhimpunan Pelajar Indonesia) yang berjejer sepanjang jalur kedatangan, semua hadir bukan karena diundang — tapi karena ingin menyapa pemimpinnya langsung.
Kelompok pelajar Indonesia di luar negeri selama ini dikenal sebagai suara intelektual diaspora. Namun malam itu, mereka menjadi suara hati bangsa — meneriakkan semangat, menyalami Presiden, dan menyampaikan harapan-harapan kecil dengan mata berbinar.
“Kita semua siap mendukung program kerja dari Bapak Prabowo Subianto, terutama untuk pelajar Indonesia,”
— Jocelyn, Mahasiswa Indonesia di Singapura
Bagi Norbert, Shannon, dan Kelvin, momen itu akan mereka kenang sepanjang masa. Presiden menyapa langsung, menanyakan jurusan, berbincang sejenak. Tidak ada sekat kekuasaan, tidak ada jarak antara pemimpin dan rakyatnya — bahkan di negeri orang.
Kehadiran Presiden Prabowo bukan hanya kunjungan politik. Ia menjadi representasi negara yang hadir di hati warganya, di mana pun mereka berada. Dalam suasana sederhana tapi menggetarkan hati, Presiden juga disambut secara simbolik oleh dua anak Indonesia yang menyerahkan bunga — sebuah prosesi kecil yang menegaskan bahwa diplomasi juga bisa menyentuh rasa.
Bersama rombongan kabinet — Airlangga Hartarto, Muhaimin Iskandar, Tito Karnavian, Supratman Andi Agtas, Maruarar Sirait, hingga Andi Amran Sulaiman — kehadiran Presiden di Singapura juga memperlihatkan seriusnya Indonesia membangun kepercayaan strategis di kawasan.
Mengapa diaspora penting disapa langsung Presiden?
Karena mereka adalah duta tak resmi Indonesia. Anak-anak bangsa di luar negeri punya peran besar dalam memperkuat citra Indonesia dan menjadi jembatan diplomasi rakyat.
Apa makna diplomatik dari interaksi informal ini?
Presiden yang menyapa langsung rakyat di luar negeri menunjukkan wajah humanis negara. Ini menciptakan kedekatan dan rasa memiliki yang sangat penting dalam membangun nasionalisme global.
Apa dampaknya ke hubungan RI–Singapura?
Suasana keakraban ini memperkuat iklim diplomasi yang bukan hanya di tingkat negara, tetapi juga di akar masyarakat. Ini adalah bentuk people-to-people contact yang mendalam.
Malam itu di Singapura, bukan kekuatan militer, bukan kontrak dagang, bukan nota diplomatik yang menjadi sorotan. Tapi pelukan anak kecil, teriakan pelajar, dan senyum rakyat. Dan Prabowo—Presiden Republik Indonesia—menjawabnya dengan sapaan hangat dan kontak mata penuh penghargaan.
Inilah kekuatan sejati seorang pemimpin: hadir, menyentuh, dan mendengarkan. Di negeri orang, Indonesia justru terasa paling dekat malam itu.