Sekolah Dilarang Menahan Ijazah: Jawa Barat Wajib Lindungi Hak Pendidikan Siswa
Opini | Oleh: Mohamad Rohman – Pemimpin Redaksi HaluanBeritaRakyat.com Bekasi, 8 Juli 2025 “Ijazah bukan…
Opini | Oleh: Mohamad Rohman – Pemimpin Redaksi HaluanBeritaRakyat.com Bekasi, 8 Juli 2025 “Ijazah bukan…
Presiden Republik Indonesia, Prabowo Subianto mengantarkan kepulangan Perdana Menteri Malaysia, Anwar Ibrahim dari Istana Merdeka, Jakarta, pada Jumat, 27 Juni 2025. Foto: BPMI Setpres/Laily Rachev
Jakarta, Sabtu 28 Juni 2025 | HaluanBeritaRakyat.com
Di balik sorotan kamera dan protokoler kenegaraan, tergambar momen langka: dua pemimpin besar Asia Tenggara tertawa bersama, bercengkerama hangat, dan saling menghormati layaknya sahabat lama. Presiden Republik Indonesia Prabowo Subianto dan Perdana Menteri Malaysia Anwar Ibrahim bukan hanya menjalin hubungan diplomatik—mereka membangun jembatan hati.
Kunjungan Anwar Ibrahim ke Jakarta pada Jumat, 27 Juni 2025, yang semula bersifat informal, mendadak berubah menjadi kunjungan resmi kenegaraan. Bukan karena tekanan politik, melainkan karena kehangatan yang tulus dari persahabatan yang telah terjalin hampir setengah abad.
“Hubungan saya dengan Saudara Prabowo ini bukan baru kemarin. Persahabatan yang setia selama hampir lima dekade ini bukan hanya antara kami, tapi sudah seperti keluarga,” ungkap PM Anwar dalam pernyataannya yang sarat emosi.
Di Asia Tenggara, Indonesia dan Malaysia ibarat rumah berdampingan. Ada sejarah, persamaan budaya, hingga perselisihan perbatasan. Namun, menurut Presiden Prabowo, cara terbaik menghadapi masa depan bukan dengan menciptakan jarak, melainkan dengan mempererat silaturahmi.
“Masalah perbatasan memang butuh waktu. Tapi prinsip kita jelas: cari penyelesaian yang saling menguntungkan. Bukan saling menekan, tapi saling menguatkan,” ujar Presiden.
Salah satu kesepakatan penting yang dicapai adalah pengembangan bersama kawasan Ambalat lewat pendekatan Joint Development, tanpa mengesampingkan penyelesaian aspek hukum secara bertahap. Sebuah langkah nyata menuju stabilitas kawasan, berbasis kepercayaan.
Pemandangan istimewa terjadi saat Anwar hendak meninggalkan Istana Merdeka. Alih-alih hanya memberikan salam resmi, Presiden Prabowo mengantar hingga ke pintu mobil, bahkan masih sempat berbincang hangat lewat jendela terbuka. Penuh keakraban, jauh dari formalitas.
Momen ini bukan sekadar gestur. Ia menjadi simbol diplomasi berbasis rasa hormat dan kepercayaan, bukan hanya antara dua pemimpin, tetapi antara dua bangsa serumpun yang tengah membangun masa depan bersama.
Sebelumnya, dalam suasana santai namun penuh makna, Presiden Prabowo menjamu makan siang PM Anwar dengan sajian kuliner khas Nusantara dan Melayu: Selada Prabu, Iga Rawon, Kerapu Bakar Colo-Colo, Nasi Lemak, hingga Setup Tape Crème Brulee sebagai penutup.
Bagi tamu, makanan adalah simbol sambutan. Bagi tuan rumah, itu adalah bahasa yang tak perlu diterjemahkan. Di meja makan itulah, perbedaan disatukan oleh rasa.
Kedekatan antara Presiden Prabowo dan PM Anwar menjadi modal sosial baru dalam membentuk tatanan ASEAN yang lebih kohesif, stabil, dan inklusif. Saat dunia kian terpecah oleh konflik, dua pemimpin ini memperlihatkan bahwa diplomasi terbaik tak selalu lahir dari dokumen—tetapi dari hubungan antar manusia.
“Seribu protokol tidak akan mampu menggantikan satu persahabatan yang tulus,” ujar seorang diplomat senior yang menyaksikan langsung kehangatan pertemuan ini.
Dengan landasan emosional yang kuat, kerja sama Indonesia dan Malaysia tidak hanya akan bergerak di ruang diplomatik, tetapi juga menyentuh ruang strategis: perdagangan, perbatasan, keamanan kawasan, dan kerja sama energi.
Kunjungan ini menegaskan: diplomasi modern Asia Tenggara bukan hanya soal kepentingan nasional, tetapi soal bagaimana saling menghargai dan membangun masa depan bersama. Indonesia dan Malaysia tengah menunjukkan bagaimana itu bisa dimulai—dari ruang hati dua sahabat. [Mohamad Rohman]