Sekolah Dilarang Menahan Ijazah: Jawa Barat Wajib Lindungi Hak Pendidikan Siswa
Opini | Oleh: Mohamad Rohman – Pemimpin Redaksi HaluanBeritaRakyat.com Bekasi, 8 Juli 2025 “Ijazah bukan…
Opini | Oleh: Mohamad Rohman – Pemimpin Redaksi HaluanBeritaRakyat.com Bekasi, 8 Juli 2025 “Ijazah bukan…
Presiden Republik Indonesia, Prabowo Subianto, menerima Perdana Menteri Australia, Anthony Albanese, dalam pertemuan bilateral yang berlangsung di Ruang Oval, Istana Merdeka, Jakarta, pada Kamis, 15 Mei 2025. Foto: BPMI Setpres/Laily RachevOleh Redaksi Haluanberitarakyat.com | Mohamad Rohman
JAKARTA, 15 Mei 2025 — Di balik gemerlap protokol dan jabat tangan hangat di Ruang Oval Istana Merdeka pagi ini, tersimpan makna geopolitik yang lebih dalam: Indonesia dan Australia tengah mengukir babak baru dalam sejarah hubungan dua negara tetangga yang strategis. Presiden Republik Indonesia, Prabowo Subianto, dan Perdana Menteri Australia, Anthony Albanese, tak sekadar bertemu—mereka menyegel kembali komitmen kemitraan yang kini mengusung predikat komprehensif dan strategis.
Pertemuan ini bukanlah pertemuan biasa. Di tengah dunia yang sedang bergolak—perang dagang, konflik Laut China Selatan, hingga perebutan pengaruh di Indo-Pasifik—kehadiran PM Albanese hanya sehari setelah pelantikan ulangnya adalah sinyal yang nyaring: Indonesia adalah prioritas utama dalam kebijakan luar negeri Australia.
“Indonesia adalah mitra yang tidak tergantikan bagi Australia,” ujar Albanese, tegas, dalam pernyataan yang disambut hangat oleh Presiden Prabowo.
Presiden Prabowo menyambut kunjungan itu dengan kalimat diplomasi yang mengandung lapisan strategis. Ia tidak hanya mengapresiasi kehadiran Albanese sebagai gesture persahabatan, tetapi juga menyematkan harapan konkret: kerja sama yang lebih mendalam dalam konteks bilateral, kawasan, dan global.
“Kunjungan ini kembali menegaskan persahabatan kita… Saya menyambut baik kesempatan ini untuk memperkuat keterlibatan dan kerja sama kita,” ujar Presiden Prabowo.
Tak bisa dipungkiri, posisi geografis dan kekuatan ekonomi kedua negara menjadikan keduanya pemain kunci di Indo-Pasifik. Di tengah ketegangan geopolitik antara Amerika Serikat dan Tiongkok, serta dinamika regional ASEAN, penguatan poros Jakarta–Canberra memberi pesan tegas bahwa stabilitas kawasan harus dibangun melalui kolaborasi, bukan dominasi.
PM Albanese tak menyia-nyiakan momentum. Ia menyoroti perlunya meningkatkan kerja sama ekonomi—terutama dalam kerangka IA-CEPA (Indonesia–Australia Comprehensive Economic Partnership Agreement) yang belum digarap secara maksimal.
“Sekarang adalah waktu yang tepat bagi kita untuk meningkatkan kerja sama ekonomi… di kawasan Asia Tenggara yang tengah tumbuh pesat,” tegasnya.
Dalam ruang tertutup, keduanya juga diyakini membahas isu-isu sensitif: dari keamanan maritim, ketahanan pangan, hingga kerja sama pertahanan. Meski tidak diumumkan secara eksplisit, penguatan kerja sama ini menjadi penting, mengingat posisi Indonesia sebagai pemegang kunci stabilitas ASEAN dan Australia sebagai mitra strategis pertahanan AS.
Ada simbolisme kuat dalam pertemuan ini. Bahwa dua negara dengan sejarah kompleks—dari isu Timor Timur hingga sengketa nelayan—kini justru saling menggenggam erat di saat dunia membelah diri dalam blok-blok kepentingan. Diplomasi Prabowo yang tegas namun terbuka, serta gesture Albanese yang progresif dan bersahabat, menjadi fondasi baru dalam menavigasi era ketidakpastian global.
Pertemuan ini juga menjadi pesan ke dalam: bahwa Indonesia di bawah kepemimpinan Prabowo bukanlah negara penonton dalam geopolitik, melainkan aktor utama yang dipercaya dan didatangi pertama kali oleh mitra kawasan.
Apa yang terjadi di Ruang Oval Istana Merdeka hari ini bukan hanya pencapaian diplomatik, tapi juga strategi jangka panjang. Kemitraan komprehensif Indonesia–Australia bukan hanya tentang ekonomi dan politik, tetapi tentang membentuk arsitektur baru keamanan dan kesejahteraan Indo-Pasifik yang lebih inklusif.
“Langkah ini adalah lembaran baru, bukan hanya bagi hubungan Jakarta–Canberra, tetapi juga bagi masa depan kawasan yang ingin damai, sejahtera, dan mandiri,” demikian simpul seorang diplomat senior yang ikut menyusun agenda pertemuan tersebut.
Di tengah dunia yang bergolak, Indonesia dan Australia memilih untuk tidak saling curiga, melainkan saling percaya dan memperkuat.