Sekolah Dilarang Menahan Ijazah: Jawa Barat Wajib Lindungi Hak Pendidikan Siswa
Opini | Oleh: Mohamad Rohman – Pemimpin Redaksi HaluanBeritaRakyat.com Bekasi, 8 Juli 2025 “Ijazah bukan…
Opini | Oleh: Mohamad Rohman – Pemimpin Redaksi HaluanBeritaRakyat.com Bekasi, 8 Juli 2025 “Ijazah bukan…
Foto Kepala Badan Pangan Nasional, Arief Prasetyo Adi, bersama Pemred Haluanberitarakyat.com, Mohamad Rohman.
Wawancara Khusus Pemred HaluanBeritaRakyat.com dengan Kepala NFA Arief Prasetyo Adi
“Dalam dua bulan ke depan, ribuan ton jagung akan turun serentak. Jika kita tak sigap, antrean truk bisa melumpuhkan sistem distribusi. Ini bukan soal logistik semata, tapi keberlanjutan pangan nasional.”
— Arief Prasetyo Adi, Kepala Badan Pangan Nasional
“Penyerapan jagung pemerintah baru 3 persen. Ini menjadi alarm awal bagi kita untuk mempercepat koordinasi lintas sektor,” kata Arief, usai mengikuti Rapat Koordinasi Pengendalian Inflasi di Kementerian Dalam Negeri, Senin (19/5/2025).
Wilayah Gorontalo, Bima, Dompu hingga Sumbawa akan memasuki masa panen raya jagung dalam dua bulan ke depan. Puluhan truk diperkirakan mengular di setiap pintu gudang penyerapan, seperti tahun-tahun sebelumnya. Ini bukan pemandangan baru, namun dalam konteks program ketahanan pangan Presiden Prabowo Subianto, ini menjadi perhatian serius.
“Biasanya saat panen raya, antrean truk bisa mencapai puluhan, hanya untuk masuk ke pabrik atau gudang penyimpanan,” ujar Arief. Ia menekankan bahwa jalur logistik perlu diurai melalui rapat koordinasi harian hingga mingguan dengan pemerintah daerah, terutama di NTB sebagai salah satu lumbung jagung nasional.
Ironisnya, saat serapan jagung baru mencapai 3 persen, gudang-gudang milik Bulog justru telah penuh oleh stok beras nasional, yang kini mencapai 3,75 juta ton. Hal ini membuat NFA harus memutar strategi, termasuk mencari dan menyiapkan gudang alternatif agar jagung tidak terlantar.
“Kita butuh dukungan penuh dari kepala daerah. Jika tidak disiapkan sekarang, kita akan kewalahan saat panen raya nanti,” jelas Arief.
Program penyerapan jagung ini bukan sekadar kebijakan teknis. Di baliknya, ada visi besar Presiden Prabowo Subianto yang ingin mewujudkan swasembada pangan secara riil. Tak hanya beras, jagung juga menjadi komoditas prioritas. Dalam pidatonya beberapa waktu lalu, Presiden menyampaikan bahwa Indonesia telah mencetak sejarah.
“Dalam waktu yang singkat, kita sudah ke arah swasembada. Produksi beras dan jagung kita tertinggi sepanjang sejarah Republik Indonesia,” ujar Presiden Prabowo.
Bagi Arief dan timnya di NFA, target swasembada tidak cukup jika hanya tercatat di kertas. Serapan dan distribusi jagung harus berjalan nyata di lapangan. Itu sebabnya, koordinasi antara pusat dan daerah, kesiapan gudang, hingga efisiensi distribusi menjadi tiga kunci utama yang dikejar dalam 60 hari ke depan.
“Jagung bukan sekadar komoditas, tapi soal stabilitas harga pakan, kesejahteraan petani, dan keberlanjutan industri pangan nasional,” tutup Arief dalam sesi wawancara.
Liputan ini merupakan bagian dari serial “Menjaga Pangan, Menjaga Republik” yang mengupas kebijakan pangan strategis nasional dari balik layar. Media HaluanBeritaRakyat.com akan terus mengawal bagaimana komitmen swasembada Pangan di Indonesia