Hibah Tanah di Lampung Dinilai Tak Berpihak pada Rakyat Miskin: Ketimpangan dan Ketidakadilan Mencuat

Selasa, 5 Agustus 2025 04:30:53

Pendidikan

Sekolah Dilarang Menahan Ijazah: Jawa Barat Wajib Lindungi Hak Pendidikan Siswa

Opini | Oleh: Mohamad Rohman – Pemimpin Redaksi HaluanBeritaRakyat.com Bekasi, 8 Juli 2025 “Ijazah bukan…

Gambar Proyek pemprov mangkrak serta gambar kondisi kawasan tanah yang dihibahkan di Kota Baru Lampung

Haluanberitarakyat.com. Bandar Lampung – 5 Agustus 2025

Langkah Pemerintah Provinsi Lampung yang baru-baru ini melakukan hibah tanah di kawasan Kota Baru menuai sorotan tajam. Alih-alih menyentuh kepentingan rakyat miskin, hibah tersebut justru dinilai menegaskan ketimpangan, karena hanya mengalir kepada institusi pemerintah dan ormas keagamaan.

Sejumlah lembaga, termasuk perguruan tinggi negeri, mendapatkan alokasi lahan hibah hingga ratusan hektare. Salah satu kampus tercatat menerima hingga 150 hektare, sementara yang lain hanya 50 hektare. Hal ini memunculkan tanda tanya besar dari publik: mengapa tidak dibagi secara merata, lalu sisanya dialokasikan untuk kepentingan rakyat kecil yang belum memiliki rumah?

“Kalau dua perguruan tinggi masing-masing diberi 50 hektare saja, maka sisanya bisa dibagikan kepada masyarakat. Misalnya, 100 hektare bisa digunakan untuk pembangunan rumah susun atau dibagikan ke warga tak mampu, 100 meter per KK. Itu jauh lebih bermanfaat,” ujar Jupri Karim, Direktur Masyarakat Peduli Demokrasi dan Hukum (MPDH), saat diwawancarai tim media ini.

Potret Ketimpangan: Rakyat Kontrak, Elit Terima Hibah

Di tengah kemegahan wacana pembangunan, fakta di lapangan sangat kontras. Ribuan warga Lampung masih tinggal di rumah kontrakan dengan beban ekonomi yang berat. Empat warga Bandar Lampung, yang hanya ingin disebut inisialnya—H, P, Z, dan R—mengaku telah puluhan tahun hidup berpindah-pindah kontrakan karena tak mampu membeli rumah.

“Kami ini sudah punya anak cucu, tapi masih ngontrak. Makan saja susah, apalagi mikirin beli rumah,” keluh mereka dengan suara lirih namun penuh kepedihan.

Kondisi ini menjadi tamparan keras terhadap kebijakan pemerintah yang terkesan elitis dan tidak menyentuh akar masalah rakyat: kemiskinan struktural dan ketimpangan akses terhadap tanah.

Gubernur Diminta Tinjau Ulang Kebijakan Warisan

Gubernur Lampung, Rahmat Mirzani Djausal, yang baru menjabat, kini menghadapi tuntutan publik untuk meninjau ulang kebijakan warisan pendahulunya. Meski beberapa langkah progresif mulai terlihat, masyarakat berharap pemimpin baru ini lebih berpihak pada wong cilik.

“Pak Gubernur harus berani mengevaluasi dan merealokasi tanah-tanah hibah yang tidak berpihak pada masyarakat. Banyak lahan tidur milik perusahaan yang tak lagi produktif—itu bisa dimanfaatkan untuk rakyat,” lanjut Jupri Karim yang akrab disapa Bang Jep.

Ia menegaskan, Lampung punya potensi besar—baik sumber daya alam (SDA) maupun sumber daya manusia (SDM)—yang sayangnya belum dikelola maksimal untuk kemaslahatan rakyat.

Ancaman Disparitas: Jangan Ulangi Kesalahan Masa Lalu

Aktivis pro-rakyat itu juga mengingatkan agar Gubernur tidak jatuh pada sikap eksklusif seperti pendahulunya. Pemerintahan yang tidak inklusif dan berpihak hanya pada kelompok tertentu akan menciptakan disparitas sosial yang berbahaya.

“Selama Gubernur kita bersikap terbuka dan mendengar suara rakyat, insya Allah Lampung akan maju. Tapi jika tertutup dan hanya melayani kelompok elit, maka kehancuran sosial bisa tak terelakkan,” tegas Bang Jep.

Pemerintah Provinsi Lampung didesak untuk segera merumuskan kebijakan konkret yang menyentuh kebutuhan dasar masyarakat: perumahan, pekerjaan, dan akses terhadap sumber daya. Sebab tanah bukan sekadar aset, tapi hak hidup yang harus adil dibagikan.(Jp)

Foto: Kompas.com

banner-website

Viral

Populer