Sekolah Dilarang Menahan Ijazah: Jawa Barat Wajib Lindungi Hak Pendidikan Siswa
Opini | Oleh: Mohamad Rohman – Pemimpin Redaksi HaluanBeritaRakyat.com Bekasi, 8 Juli 2025 “Ijazah bukan…
Opini | Oleh: Mohamad Rohman – Pemimpin Redaksi HaluanBeritaRakyat.com Bekasi, 8 Juli 2025 “Ijazah bukan…
Oleh: Redaksi HaluanBeritaRakyat.com | Mohamad Rohman
Jakarta, 4 Juni 2025. Penipuan berkedok tilang elektronik kembali memakan korban. Masyarakat menerima pesan mencurigakan berisi tautan (link) palsu yang mengatasnamakan Kejaksaan Republik Indonesia (RI). Tanpa sadar, klik pada tautan tersebut bisa membuka pintu bagi peretas untuk mencuri data pribadi atau menguras rekening bank.
Peringatan tegas datang langsung dari Kejaksaan Agung RI. Dalam siaran pers terbaru, Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung, Dr. Harli Siregar, menegaskan bahwa institusinya tidak pernah mengirimkan tautan atau informasi perkara hukum melalui SMS atau aplikasi pesan pribadi seperti WhatsApp atau Telegram.
“Kami tegaskan, Kejaksaan RI tidak pernah mengirimkan surat tilang, permintaan pembayaran, atau dokumen hukum melalui tautan pesan pribadi,” ujarnya lugas.
Salah satu contoh tautan berbahaya yang saat ini beredar adalah https://tilang-kejaksaanr.top
. Situs palsu ini meniru tampilan otoritatif dan menyerupai sistem tilang elektronik (ETLE), padahal fungsinya adalah menanam phishing atau malware.
Setelah tautan dibuka, pengguna diarahkan untuk “mengisi data pribadi” atau mengunduh berkas yang justru membuka celah pencurian informasi. Beberapa korban bahkan melaporkan kehilangan dana akibat transfer otomatis ke rekening tidak dikenal—yang ternyata milik sindikat penipuan digital.
Modus ini tidak hanya merugikan korban secara finansial. Yang lebih fatal adalah rusaknya kepercayaan masyarakat terhadap sistem tilang elektronik dan penegak hukum.
“Jika tidak diantisipasi dengan serius, serangan semacam ini bisa memunculkan narasi palsu bahwa lembaga penegak hukum sendiri ikut bermain. Ini sangat berbahaya,” kata pakar keamanan digital dari CISSReC, Pratama Persadha.
Menurutnya, lemahnya literasi digital masyarakat kerap dimanfaatkan oleh pelaku kejahatan siber. Skema mereka semakin canggih—menggabungkan unsur urgensi hukum dan intimidasi digital agar korban panik dan cepat bereaksi.
Untuk mencegah meluasnya korban, Kejaksaan RI mengeluarkan empat imbauan penting kepada publik:
Abaikan dan hapus pesan mencurigakan yang mengatasnamakan Kejaksaan atau ETLE.
Jangan klik tautan yang tidak jelas sumbernya.
Laporkan pesan mencurigakan ke kanal resmi Kejaksaan atau Kepolisian.
Verifikasi informasi melalui situs resmi seperti www.kejaksaan.go.id
atau akun sosial media resmi.
Khusus untuk tilang elektronik, Kejaksaan menegaskan bahwa semua informasi resmi hanya berasal dari ETLE Korlantas Polri dan dapat diakses melalui https://etle-pmj.info/.
Ironisnya, teknologi yang semestinya memudahkan urusan hukum kini malah dijadikan kedok penipuan. Fenomena ini mencerminkan lemahnya pengawasan atas penggunaan identitas digital lembaga negara dan masih minimnya sistem verifikasi publik.
“Jika dibiarkan, masyarakat akan kehilangan kepercayaan terhadap transformasi digital penegakan hukum. Ini alarm keras bagi institusi untuk tidak hanya bereaksi, tapi juga proaktif,” ungkap pengamat kebijakan publik Titi Anggraini.
Lebih dari sekadar peringatan, langkah Kejaksaan RI ini mencerminkan semangat menjaga integritas penegakan hukum di era digital. Dalam situasi rawan disinformasi dan manipulasi digital, transparansi dan edukasi menjadi benteng utama perlindungan warga negara.
“Keadilan bukan hanya soal proses hukum di pengadilan. Di era sekarang, keadilan juga berarti melindungi warga dari jerat digital yang mengatasnamakan hukum,” tegas Harli.
Di tengah banjir informasi, publik dituntut makin cerdas. Klik yang sembrono bisa membawa bencana. Maka, saat tautan mencurigakan mengaku dari “Kejaksaan”, langkah pertama bukan membuka, tapi bertanya: Benarkah ini datang dari negara, atau sekadar jerat digital yang menyaru?