Sekolah Dilarang Menahan Ijazah: Jawa Barat Wajib Lindungi Hak Pendidikan Siswa
Opini | Oleh: Mohamad Rohman – Pemimpin Redaksi HaluanBeritaRakyat.com Bekasi, 8 Juli 2025 “Ijazah bukan…
Opini | Oleh: Mohamad Rohman – Pemimpin Redaksi HaluanBeritaRakyat.com Bekasi, 8 Juli 2025 “Ijazah bukan…
Jakarta, 16 Juli 2025 – HaluanBeritaRakyat.com | Mohamad Rohman
Empat tahun setelah dicanangkan, proyek digitalisasi pendidikan nasional berubah menjadi ladang penyimpangan. Program pengadaan Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) senilai Rp9,3 triliun yang seharusnya menyentuh sekolah-sekolah di pelosok, kini menjadi kasus besar di Kejaksaan Agung RI.
Dari penyidikan yang berlangsung sejak Mei 2025, Kejaksaan Agung mengumumkan empat tersangka dan satu buronan internasional. Terungkap bahwa proses pengadaan sejak awal telah direkayasa untuk menguntungkan pihak dan produk tertentu, dengan mengabaikan prinsip efisiensi, transparansi, dan kebutuhan riil di lapangan.
Penyidikan oleh Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (Jampidsus) dimulai pada 20 Mei 2025, dengan memeriksa 80 saksi dan 3 ahli. Berbagai barang bukti elektronik, dokumen, hingga rekaman rapat virtual berhasil dikumpulkan.
Puncaknya, pada 15 Juli 2025, Kejagung menetapkan:
SW – Direktur Sekolah Dasar & Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) 2020–2021
Peran: Menyusun juknis mengunci produk Chrome OS, mengganti PPK, dan memaksa pengadaan via SIPLAH.
MUL – Direktur Sekolah Menengah Pertama & KPA 2020–2021
Peran: Bersekongkol dengan SW dalam membuat petunjuk teknis menyimpang, aktif dalam rapat vendor.
IBAM – Konsultan Teknologi di Kemendikbud Ristek (dari PSPK)
Peran: Menyusun hasil kajian teknis pesanan, menggiring opini tim teknis ke produk tertentu.
JT (alias JS) – Staf Khusus Menteri Pendidikan (2020–2024)
Peran: Aktor utama di balik proyek. Memimpin komunikasi WhatsApp “Mas Menteri Kortim”, mengarahkan semua proses ke Chrome OS dan vendor tertentu.
Status: DPO (Daftar Pencarian Orang) — diduga kabur ke luar negeri.
Grup WhatsApp “Mas Menteri Kortim” dibentuk oleh JT, membahas rencana pengadaan TIK sebelum Menteri NM dilantik.
NA (inisial Menteri) dilantik sebagai Mendikbud. Proyek digitalisasi dikawal ketat oleh JT sejak awal.
JT berkoordinasi dengan Google (Putri Ratu Alam & William).
Disepakati: Indonesia akan membeli Chrome OS, dan Google akan memberikan coinvestasi 30%.
Diikuti Menteri NA, JT, SW, MUL, IBAM.
Arahan langsung: Gunakan Chrome OS.
Padahal proses lelang belum berjalan.
Pertemuan malam hari di Hotel Arosa, Jakarta.
SW dan MUL memutuskan ganti PPK dan alihkan sistem ke SIPLAH (bukan e-katalog).
Vendor diarahkan ke PT Bhinneka Mentari Dimensi.
Pengadaan 1.200.000 unit Chromebook.
Nilai: Rp88,25 juta per paket sekolah.
Banyak unit tak bisa digunakan optimal di daerah 3T karena keterbatasan jaringan.
Kerugian sementara: Rp1,9 triliun (versi penyidik, menunggu audit BPK).
Sekolah-sekolah di pelosok menerima barang tidak sesuai kebutuhan, bahkan mubazir.
Vendor utama disinyalir hanya satu: PT Bhinneka Mentari Dimensi.
No | Nama | Jabatan | Status |
---|---|---|---|
1. | SW | Direktur SD & KPA | Ditahan di Rutan Salemba |
2. | MUL | Direktur SMP & KPA | Ditahan di Rutan Salemba |
3. | IBAM | Konsultan Teknologi | Penahanan kota (alasan kesehatan) |
4. | JT (alias JS) | Stafsus Menteri | DPO – buron di luar negeri |
5. | NA | Menteri saat itu | Masih saksi – pemeriksaan lanjutan |
Para tersangka diduga melanggar:
UU No. 31/1999 jo. UU No. 20/2021
Pasal 2 & 3: Penyalahgunaan wewenang dan kerugian keuangan negara
Pasal 18: Pengembalian kerugian negara dan pidana tambahan
UU No. 30/2014 tentang Administrasi Pemerintahan
Pasal 42 dan 43: Larangan menyalahgunakan kewenangan
UU No. 1/2022 tentang Hubungan Keuangan Pusat dan Daerah
Pasal 131: DAK fisik harus digunakan sesuai peruntukan
Permendikbud No. 5 Tahun 2021
Pengadaan TIK tidak boleh mengarah ke merek atau vendor tertentu
Nama Menteri NA berulang kali disebut dalam dokumen penyidikan, Zoom Meeting, dan arahan teknis. Namun Kejaksaan menyatakan masih menunggu kecukupan alat bukti.
Kejagung juga menyelidiki keterlibatan korporasi global seperti Google, termasuk jejak investasi Google ke Gojek, yang diyakini punya hubungan dengan salah satu pelaku.
“Hukum akan bicara dengan bukti, bukan opini. Kalau alat bukti cukup, siapapun bisa ditetapkan tersangka,” — Kapuspenkum Kejagung RI.
Apa yang seharusnya menjadi lompatan akses pendidikan justru menjadi arena bancakan. Di saat anak-anak di pelosok berharap internet dan perangkat belajar, sebagian elit justru menyalahgunakan wewenang untuk memperkaya diri dan jaringan. Laptop-laptop Chrome OS kini lebih banyak menjadi simbol pengkhianatan terhadap semangat pendidikan merata.
Kini publik menunggu:
Akankah hukum menyentuh mereka yang selama ini di puncak kekuasaan?
Atau skandal ini akan terkubur seperti kasus-kasus besar lainnya?
FOTO : Tangkapan layar KOMPAS TV