Ironi Label Halal: Minuman Mengandung Babi Gegerkan Warganet, Pengawasan Impor Dipertanyakan

Senin, 5 Mei 2025 12:46:27

Pendidikan

Sekolah Dilarang Menahan Ijazah: Jawa Barat Wajib Lindungi Hak Pendidikan Siswa

Opini | Oleh: Mohamad Rohman – Pemimpin Redaksi HaluanBeritaRakyat.com Bekasi, 8 Juli 2025 “Ijazah bukan…

Heboh kemasan mengandung babi namun berlebel halal (Foto: Tangkapan layar @mrs.allx)

Oleh Redaksi Haluan Berita Rakyat.com | Mohamad Rohman

FEATURE | Laporan Khusus Keamanan Konsumen dan Sertifikasi Produk

Jakarta, 5 Mei 2025 – Media sosial kembali diguncang oleh temuan yang mengundang keprihatinan mendalam: sebuah minuman kemasan asal luar negeri terekam kamera memuat label halal di bagian depan kemasan, namun secara terang-terangan mencantumkan tulisan “mengandung babi” di bagian belakangnya. Video ini pertama kali viral lewat akun TikTok @mrs.allx, dan memantik gelombang keresahan masyarakat, terutama umat Muslim yang secara tegas dilarang mengonsumsi babi menurut hukum agama.

Kekeliruan label tersebut bukan sekadar urusan estetika produk, melainkan menyangkut kepercayaan, hukum, dan keselamatan konsumen. Kegaduhan ini membuka tabir pentingnya evaluasi menyeluruh terhadap mekanisme pengawasan label halal dan regulasi produk impor yang beredar di pasar domestik.

Realita di Balik Label: Ketika Kepercayaan Publik Dikhianati

Kejadian ini membuka luka lama terkait lemahnya pengawasan produk impor, terutama dari negara yang tidak memiliki sistem jaminan produk halal seperti Indonesia. Dalam video yang viral itu, seorang anak tampak ragu membeli minuman sambil menunjukkan kebingungan: “Katanya mengandung babi tuh, tapi ada halalnya,” ucap orang tuanya.

Kesan spontan itu mungkin dianggap sepele, tapi menyimpan luka kolektif. Di negeri dengan penduduk Muslim terbesar di dunia, label halal adalah simbol kepercayaan. Maka, kelalaian sekecil apa pun dalam proses sertifikasi halal bisa berdampak luas—dari persoalan agama, keamanan pangan, hingga potensi hukum.

Celah Regulasi dan Tumpang Tindih Otoritas

Dalam konteks hukum Indonesia, pemberian label halal diatur secara ketat dalam Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal (UU JPH). Berdasarkan UU ini, setiap produk yang masuk, beredar, dan diperdagangkan di wilayah Indonesia wajib bersertifikat halal jika diklaim demikian. Sanksi atas pelanggaran ini tidak main-main—mulai dari pencabutan izin edar, denda administratif, hingga proses pidana jika unsur penipuan terbukti.

“Kalau terbukti ada label halal palsu atau tidak sesuai substansi produk, itu bisa masuk kategori fraud atau penipuan terhadap konsumen,” ujar Dr. Nurhasanah, pakar hukum konsumen dari Universitas Indonesia.

Selain itu, BPOM sebagai lembaga pengawas peredaran makanan dan minuman impor, serta Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) di bawah Kementerian Agama, memiliki kewenangan untuk memastikan produk tidak hanya aman, tapi juga sesuai dengan klaim labelnya.

Namun kejadian ini menunjukkan bahwa ada celah besar di antara tumpang tindih wewenang lembaga-lembaga tersebut. Belum lagi jika produk itu masuk melalui jalur distribusi informal atau cross-border e-commerce tanpa verifikasi lokal.

Kegagalan Sistemik atau Manipulasi Produsen?

Hingga berita ini diturunkan, belum ada keterangan resmi dari produsen minuman maupun klarifikasi dari BPOM maupun BPJPH terkait keaslian label halal tersebut. Apakah benar label halal itu diberikan oleh otoritas resmi di Korea Selatan dan diakui oleh Indonesia? Ataukah ada kesengajaan dari pihak produsen yang mencoba memanfaatkan pasar Indonesia tanpa memperhatikan sensitivitas agama?

Menurut praktisi industri halal, Taufik Azhari dari Halal Watch Indonesia, ada kemungkinan label halal itu berasal dari lembaga sertifikasi luar negeri yang tidak terakreditasi oleh BPJPH. “Itu sering terjadi. Produk luar mencantumkan label halal dari lembaga non-terverifikasi, lalu masuk ke Indonesia tanpa cek ulang. Ini yang harus segera dibenahi.”

Dampak Sosial: Geram, Takut, dan Rasa Tak Percaya

Respons warganet menggambarkan kombinasi antara kemarahan, ketakutan, dan kecurigaan. Banyak yang menyerukan boikot terhadap produk impor tanpa sertifikasi halal yang valid. “Kalau seperti ini terus, siapa yang bisa menjamin makanan kita benar-benar halal?” tulis akun @rahmawati_88 di Twitter.

Lebih dari sekadar amarah digital, fenomena ini mencerminkan krisis kepercayaan terhadap sistem jaminan mutu dan pengawasan pemerintah. Hal ini berpotensi merembet ke sektor ritel, distribusi impor, dan kredibilitas lembaga negara.

Catatan Edukatif: Apa yang Bisa Dilakukan Konsumen?

  1. Periksa Nomor Sertifikat Halal: Produk impor wajib mencantumkan nomor sertifikat halal dari BPJPH. Waspadai label yang hanya berupa logo tanpa nomor izin.
  2. Gunakan Aplikasi Halal MUI/BPJPH: Pemerintah menyediakan aplikasi digital untuk mengecek validitas sertifikat halal.
  3. Laporkan Produk Mencurigakan: Masyarakat dapat melaporkan produk yang menyesatkan ke Hotline BPOM atau BPJPH.
  4. Pahami Label Asing: Hati-hati terhadap produk dengan label dalam bahasa asing yang tidak jelas terjemahannya.
  5. Dukung Produk Dalam Negeri: Produk lokal dengan sertifikasi halal resmi lebih mudah dilacak keasliannya.

Ciri-ciri Label Halal Resmi vs Palsu

Label Halal Resmi:

  • Diterbitkan oleh BPJPH.
  • Memiliki nomor sertifikat yang dapat diverifikasi.
  • Desain logo berbentuk gunungan dengan warna ungu dan hijau toska.

Label Halal Palsu:

  • Tidak memiliki nomor sertifikat atau nomor tidak valid.
  • Desain logo tidak sesuai dengan standar resmi.
  • Informasi produsen tidak jelas atau tidak dapat dilacak.

Kesimpulan: Bukan Sekadar Label, Tapi Soal Kepercayaan

Kasus minuman berlabel halal namun mengandung babi bukan sekadar kekeliruan cetak—ia adalah alarm keras bagi sistem pengawasan pangan nasional. Di tengah laju globalisasi dan perdagangan lintas negara, Indonesia butuh sistem verifikasi dan penegakan hukum yang lebih tajam untuk menjaga ketenangan batin umat, keadilan bagi konsumen, dan kredibilitas otoritas negara.

Jika label halal bisa dengan mudah disalahgunakan, maka bukan hanya hukum yang dilanggar—tapi kepercayaan publik yang dikhianati.

banner-website

Viral

Populer