Sekolah Dilarang Menahan Ijazah: Jawa Barat Wajib Lindungi Hak Pendidikan Siswa
Opini | Oleh: Mohamad Rohman – Pemimpin Redaksi HaluanBeritaRakyat.com Bekasi, 8 Juli 2025 “Ijazah bukan…
Opini | Oleh: Mohamad Rohman – Pemimpin Redaksi HaluanBeritaRakyat.com Bekasi, 8 Juli 2025 “Ijazah bukan…
Tersangka M.Adhiya Muzakki saat digiring ke mobil tahanan di Lobi Gedung Bundar Jampidsus Kejaksaan Agung, Jakarta, Rabu (7/5/2025).(Dok Humas Kejagung)
Oleh Redaksi HaluanBeritaRakyat.com | Mohamad Rohman
Jakarta – 8 Mei 2025, Satu per satu mereka digiring keluar dari Gedung Bundar Kejaksaan Agung. Sorot kamera menyorot wajah tanpa ekspresi dari seorang pria bernama M. Adhiya Muzakki, nama yang belakangan ini mencuat sebagai dalang di balik perang narasi siber yang mengguncang kepercayaan publik terhadap penegakan hukum.
Ia bukan sekadar pemilik akun anonim yang rajin berkomentar. Di balik layar, Adhiya adalah otak penggerak “tentara siber” – pasukan buzzer bayaran yang disiapkan untuk menggiring opini dan mengaburkan proses hukum kasus-kasus korupsi kakap. Saat publik menunggu kebenaran, mereka malah dijejali narasi busuk yang menyerang balik para penegak hukum.
Abdul Qohar, Direktur Penyidikan Jampidsus, menyebut MAM sebagai ketua Cyber Army yang merekrut 150 orang buzzer, dibagi ke dalam lima tim bernama unik: Mustafa 1 hingga Mustafa 5. Mereka bukan sekadar memberi komentar, tapi diarahkan secara sistematis untuk menyebar konten negatif terhadap Kejaksaan dan tokoh-tokoh penegak hukum.
Di layar gawai, komentar-komentar itu terlihat biasa saja. Tapi di baliknya, ada strategi, ada pengarahan, ada transaksi. Konten negatif diedarkan. Fakta dipelintir. Opini publik dikendalikan.
Nama-nama besar ikut terseret. Mulai dari Ketua PN Jaksel, panitera, kuasa hukum, hingga tiga hakim yang memutus perkara. Semua terhubung dalam lingkaran suap dan pengaburan kebenaran. Bahkan, sosok dari Wilmar Group disebut sebagai penyuplai dana gelap tersebut.
Masyarakat berhak tahu. Penegakan hukum bukan hanya soal vonis, tapi tentang bagaimana publik dijaga dari manipulasi. Era digital memberi peluang luas untuk berbagi informasi – namun juga celah lebar bagi penyamaran, penggiringan, dan propaganda.
Di tengah hiruk pikuk komentar dan cuitan, penting bagi publik untuk menelaah sumber, membedakan fakta dari fabrikasi, dan menolak menjadi pion dalam permainan kotor kekuasaan.
Catatan Redaksi:
Kasus ini merupakan peringatan keras tentang pentingnya literasi digital dan ketegasan penegak hukum dalam menghadapi kejahatan siber yang mengancam integritas hukum. Media, masyarakat, dan aparat harus bersinergi menjaga agar kebenaran tidak dikaburkan oleh narasi-narasi pesanan.