“Perang Dagang Trump Jilid Dua: Tarif Impor 10% Resmi Berlaku, Dunia Dagang Global Gemetar”

Sabtu, 5 April 2025 03:47:19

Pendidikan

Pendidikan yang Tersandera: Ketika Mimpi Anak Miskin Ditukar dengan Tagihan

Salah satu siswa SMK di Sleman membuat surat terbuka untuk Gubernur DIY terkait putus sekolah…

haluanberitarakyat.com

Washington D.C., 5 April 2025 – Ketika jarum jam menunjuk pukul 12:01 dini hari waktu Amerika Serikat, pelabuhan dan bandara di seluruh negeri itu mulai memungut tarif impor baru sebesar 10% atas berbagai barang dari seluruh dunia. Ini bukan sekadar penyesuaian kebijakan dagang. Ini adalah sinyal kuat: Presiden Donald Trump, dalam periode kepemimpinannya yang kontroversial, memutuskan memutar haluan sejarah perdagangan global yang sudah bertahan sejak Perang Dunia Kedua.

Langkah sepihak Trump ini bukan hanya mengejutkan mitra dagang, tetapi juga mengguncang pasar dunia. Dalam dua hari, nilai saham perusahaan S&P 500 anjlok hingga $5 triliun, mencatat rekor penurunan terburuk dalam waktu singkat. Harga minyak dan komoditas pun ikut terjun bebas, sementara para investor berbondong-bondong mencari perlindungan di obligasi pemerintah.

“Ini adalah tindakan perdagangan terbesar dalam hidup kita,” ujar Kelly Ann Shaw, pengacara perdagangan di Hogan Lovells dan mantan penasihat Gedung Putih, dalam diskusi di Brookings Institution.

“Ini perubahan signifikan dan seismik dalam cara kita berdagang dengan seluruh dunia.”

Negara-negara Pertama yang Kena Dampak

Negara-negara yang langsung merasakan dampak tarif dasar 10% antara lain: Australia, Inggris, Kolombia, Argentina, Mesir, dan Arab Saudi. Tarif ini mulai diberlakukan tanpa masa tenggang bagi kargo yang tiba setelah tengah malam. Namun, barang-barang yang sedang dalam perjalanan sebelum waktu tersebut diberi masa tenggang hingga 27 Mei 2025.

Dan ini baru permulaan. Mulai Rabu depan, tarif balasan “reciprocal” sebesar 11% hingga 50% akan diberlakukan. Uni Eropa akan dikenai tarif 20%, sedangkan barang dari Tiongkok dihantam dengan tarif 34% tambahan, menjadikan total beban tarif Tiongkok mencapai 54%.

Vietnam, yang sebelumnya menjadi alternatif rantai pasok dari Tiongkok sejak perang dagang Trump pertama, kali ini dikenai tarif besar: 46%. Namun, Vietnam telah menyatakan kesediaan untuk membuka perundingan dengan pemerintahan Trump.

Pengecualian dan Tarik Ulur Politik

Menariknya, Kanada dan Meksiko tidak masuk daftar negara terdampak. Mereka masih dikenai tarif 25% khusus karena tidak memenuhi aturan asal barang dalam kesepakatan USMCA, serta terkait krisis fentanyl di AS. Namun, beberapa sektor dibebaskan dari tarif baru, seperti:

  • Minyak mentah dan produk energi

  • Farmasi

  • Uranium dan titanium

  • Semikonduktor

  • Tembaga dan kayu

Barang-barang tersebut termasuk dalam daftar lebih dari 1.000 kategori produk yang tahun lalu mencakup $645 miliar nilai impor ke AS.

Namun, di balik pengecualian itu, pemerintahan Trump tetap membuka kemungkinan pengenaan tarif nasional tambahan dengan alasan keamanan nasional. Beberapa sektor seperti semikonduktor dan farmasi sedang dalam tahap investigasi lebih lanjut.

Apa Implikasinya?

Kebijakan ini bukan hanya mengganggu jalur perdagangan global, tetapi juga menimbulkan pertanyaan serius: Apakah langkah ini justru melukai ekonomi domestik Amerika sendiri? Banyak pengamat menilai kebijakan Trump sebagai bentuk populisme ekonomi—membangun tembok dagang demi suara dalam negeri, meski risiko jangka panjangnya belum bisa dipastikan.

“Trump memaksakan strategi decoupling global, di mana AS memutus ketergantungan perdagangan dengan mitra tradisionalnya,” ujar Prof. Henry Mallory, pakar ekonomi politik internasional dari Harvard University.

“Namun, konsekuensinya bisa sangat berat. Harga barang naik, rantai pasok terganggu, dan posisi AS sebagai pemimpin ekonomi dunia bisa tergeser.”

Perang Tarif atau Perang Simbolik?

Meski disebut sebagai langkah berani oleh pendukungnya, banyak analis melihat ini sebagai bentuk retorika politik yang dikemas dalam kebijakan ekonomi. Trump sedang membentuk ulang panggung global, bukan melalui diplomasi, tapi dengan tarif dan tekanan.

“Trump tahu bahwa retorika proteksionis masih menjual di dalam negeri,” kata Sarah Klein, kolumnis ekonomi untuk The Atlantic.

“Pertanyaannya: berapa lama rakyat Amerika bisa menerima harga barang yang lebih mahal sebagai harga dari ‘kemerdekaan ekonomi’?”

Penutup: Dunia Menunggu Nafas

Tarif ini adalah lembar baru dalam sejarah perdagangan internasional. Dunia saat ini menahan nafas, menunggu apakah mitra dagang akan merespons dengan tindakan balasan atau memilih jalur diplomasi. Di saat yang sama, industri dan konsumen di AS sedang mencoba memahami apa arti dari kenaikan harga dan gangguan logistik ini.

Satu hal pasti—perdagangan global tidak akan pernah sama lagi.

Sumber: Reuters (David Lawder), diterjemahkan dan dikembangkan oleh Moh. Rohman untuk haluanberitarakyat.com

banner-website