Sekolah Dilarang Menahan Ijazah: Jawa Barat Wajib Lindungi Hak Pendidikan Siswa
Opini | Oleh: Mohamad Rohman – Pemimpin Redaksi HaluanBeritaRakyat.com Bekasi, 8 Juli 2025 “Ijazah bukan…
Opini | Oleh: Mohamad Rohman – Pemimpin Redaksi HaluanBeritaRakyat.com Bekasi, 8 Juli 2025 “Ijazah bukan…
Jakarta, haluanberitarakyat.com – Dana Desa, harapan jutaan warga pelosok untuk kehidupan yang lebih layak, kerap berubah menjadi mimpi buruk akibat ulah oknum kepala desa yang menyalahgunakannya. Uang miliaran rupiah yang seharusnya membangun jalan, irigasi, posyandu, dan sekolah dasar, malah mengalir ke kantong pribadi segelintir orang yang memanfaatkan kuasa untuk memperkaya diri.
“Kami tidak akan mentolerir penyimpangan sekecil apa pun!” tegas Jaksa Agung RI, Sanitiar Burhanuddin, dalam konferensi pers di Kejaksaan Agung, 3 April 2025. Ia menambahkan bahwa korupsi dana desa adalah “pengkhianatan terhadap rakyat paling bawah.”
Namun, sebelum jaksa bergerak, sebelum palu hakim diketuk, ada satu pihak yang kerap lebih dulu mencium bau busuk penyimpangan anggaran: jurnalis.
Ketika Pena Lebih Tajam dari Sekop Anggaran
Di desa-desa kecil yang tak terjangkau sorotan ibu kota, jurnalis menjadi mata dan telinga masyarakat. Mereka mendatangi lokasi proyek fiktif, mewawancarai warga yang kecewa, hingga membongkar dokumen anggaran yang tak transparan. Banyak kasus korupsi Oknum Kepala Desa yang terbongkar bukan karena audit internal, melainkan karena liputan investigatif yang berani.
“Jurnalis bukan hanya pelapor. Kami penggali kebenaran. Jika ada Oknum kepala desa bermain curang dengan uang rakyat, kami akan buka-bukaan,” ujar Mohamad Rohman, Pemimpin Redaksi Haluan Berita Rakyat. “Diam adalah bentuk pengkhianatan.”
Namun perjuangan itu tidak mudah. Tak jarang jurnalis diintimidasi, dikriminalisasi, bahkan diancam keselamatannya karena menyentuh borok kekuasaan di desa.
Undang-Undang No. 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (KIP) dengan tegas mewajibkan kepala desa membuka data anggaran kepada publik. Tetapi, di banyak daerah, permintaan informasi ini justru dijawab dengan penolakan kasar atau manipulasi data.
Padahal, pelanggaran terhadap UU KIP bisa dikenai sanksi pidana: satu tahun penjara atau denda Rp5 juta. Dan jika penolakan itu menyembunyikan korupsi? Kepala desa bisa dijerat UU Tipikor dengan ancaman maksimal seumur hidup dan denda hingga Rp1 miliar.
“Setiap penolakan akses data publik adalah alasan untuk curiga,” kata Haris Azhar, aktivis HAM dan pendiri Lokataru. “Jurnalis dan warga harus segera bergerak.”
Dalam perang melawan korupsi, jurnalis dan masyarakat ibarat dua sayap yang harus mengepak bersama. Di satu sisi, jurnalis mempublikasikan fakta dan membentuk opini publik. Di sisi lain, masyarakat memiliki kekuatan legal untuk menuntut transparansi.
Langkah konkret yang bisa dilakukan warga:
✅ Meminta data penggunaan Dana Desa
✅ Mengawasi pelaksanaan proyek fisik secara langsung
✅ Melaporkan penyimpangan ke KPK, Ombudsman, atau sistem LAPOR!
“Warga jangan takut. UU berpihak kepada publik. Kepala desa itu pelayan, bukan penguasa,” tegas Gede Narayana, Ketua Komisi Informasi Pusat, dalam diskusi di Universitas Indonesia, 2 April lalu.
Dalam sistem demokrasi, pers memegang peran sebagai kontrol sosial sebagaimana diamanatkan oleh UU Pers No. 40 Tahun 1999. Pers tidak hanya menyampaikan berita, tapi mengedukasi, menghibur, dan yang terpenting: mengawasi kekuasaan.
Pasal 3 UU Pers menyebutkan secara jelas bahwa fungsi media adalah pilar keempat demokrasi. Di lapangan, jurnalis menghadapi fakta-fakta yang tak terlihat oleh laporan resmi. Mereka menyentuh denyut masyarakat yang kecewa dan marah karena haknya dikhianati.
“Tanpa pers, banyak kasus korupsi desa tidak akan pernah terungkap,” ujar Direktur LBH Pers dalam pernyataannya. “Dan jika pers dibungkam, maka demokrasi mati pelan-pelan.”
Jurnalis memang tidak punya palu hakim atau rompi penyidik. Tapi mereka punya sesuatu yang lebih kuat: kepercayaan publik.
Di tengah maraknya penyalahgunaan Dana Desa, mereka hadir sebagai benteng terakhir. Menulis, mengungkap, dan melawan—bukan demi sensasi, tapi demi keadilan sosial. Karena ketika uang rakyat dicuri, diam bukanlah pilihan.
📍 Sumber: ICW, KPK, BPK, Kemendagri