Sekolah Dilarang Menahan Ijazah: Jawa Barat Wajib Lindungi Hak Pendidikan Siswa
Opini | Oleh: Mohamad Rohman – Pemimpin Redaksi HaluanBeritaRakyat.com Bekasi, 8 Juli 2025 “Ijazah bukan…
Opini | Oleh: Mohamad Rohman – Pemimpin Redaksi HaluanBeritaRakyat.com Bekasi, 8 Juli 2025 “Ijazah bukan…
Ketika desa kerap dicitrakan sebagai ruang tertinggal yang menunggu uluran tangan, Desa Kartasana di Kecamatan Pagelaran, Kabupaten Pandeglang, justru menulis kisah berbeda: mereka mengekspor ikan mas koki ke mancanegara.
Kamis (8/5), sorotan nasional tertuju ke sudut selatan Banten itu. Di sanalah, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian dan Pangan Zulkifli Hasan, Menteri Desa dan Pembangunan Daerah Tertinggal (Mendes PDT) Yandri Susanto, serta Wakil Mendes Ahmad Riza Patria mencanangkan Desa Ekspor. Bukan sekadar seremoni, acara ini menandai titik balik: desa bukan lagi objek pembangunan, melainkan motor penggeraknya.
Di tengah gambaran umum desa yang rentan kemiskinan, Desa Kartasana menjungkirbalikkan stigma itu. Melalui Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) Karya Bersama, desa ini menembus pasar ekspor dengan komoditas ikan mas koki—bukti bahwa sumber daya lokal, jika dibina dengan baik, bisa bersaing di pasar global.
“Ini bukti nyata pengejawantahan Asta Cita ke-6 Presiden Prabowo: membangun dari desa, dari bawah,” ujar Mendes Yandri. Ia menegaskan bahwa Desa Ekspor adalah salah satu dari 12 Rencana Aksi Kemendes PDT.
Lebih dari sekadar ekspor, Kartasana dirancang sebagai desa percontohan dengan pendekatan integratif. Eduwisata perikanan, ketahanan pangan, hingga suplai bahan baku Program Makan Bergizi Gratis (MBG) diarahkan tumbuh dari sini.
Sering kali, kebijakan berakhir di meja rapat dan tak menyentuh akar rumput. Namun hari itu berbeda. Menko Pangan Zulkifli Hasan, Mendes Yandri, dan Menteri KKP Sakti Wahyu Trenggono, bersama Wakil Menteri dan Gubernur Banten Andra Soni, langsung turun ke lahan. Mereka tidak sekadar simbolis. Dari pelepasan benih ikan mas koki hingga Gerakan Indonesia Menanam, bahkan mengendarai mesin traktor tanam padi—semua menunjukkan niat kuat menjembatani regulasi dan realitas lapangan.
Ekspor dari desa bukanlah capaian instan. Mendes Yandri menegaskan, keberhasilan Kartasana adalah hasil pembinaan dan kolaborasi lintas sektor. Di Banyumas, gula kelapa menjadi komoditas ekspor lain. Artinya, model ini bisa direplikasi jika desa lain mendapatkan dukungan serupa.
Namun, pertanyaan kritis mengemuka: apakah desa-desa lain punya akses pembinaan, infrastruktur, dan pasar yang sama? Tanpa keberpihakan kebijakan, desa berisiko hanya menjadi simbol, bukan subjek sejati pembangunan.
Ketika desa mampu memasok pasar global, mendidik anak-anak lewat eduwisata, hingga menyuplai pangan nasional, maka sudah saatnya narasi “desa tertinggal” ditinjau ulang. Desa Kartasana memberi pelajaran penting: pembangunan harus dimulai dengan mendengar dan mendampingi.
Menko Zulkifli Hasan menyebut momen ini sebagai pemicu semangat baru. “Kolaborasi nyata antara pusat dan desa harus diperluas agar semakin banyak desa bangkit,” ujarny