Restoratif untuk Keadilan: JAM-Pidum Setujui Penghentian Tiga Perkara, Termasuk Penganiayaan di Pohuwato

Kamis, 24 Juli 2025 01:11:07

Pendidikan

Sekolah Dilarang Menahan Ijazah: Jawa Barat Wajib Lindungi Hak Pendidikan Siswa

Opini | Oleh: Mohamad Rohman – Pemimpin Redaksi HaluanBeritaRakyat.com Bekasi, 8 Juli 2025 “Ijazah bukan…

Jaksa Agung RI melalui Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (JAM-Pidum) Prof. Dr. Asep Nana Mulyana memimpin ekspose virtual dalam rangka menyetujui 3 (tiga) permohonan penyelesaian perkara melalui mekanisme Restorative Justice (keadilan restoratif) pada Rabu, 23 Juli 2025.

Jakarta, 23 Juli 2025 – HaluanBeritaRakyat.com. Di tengah hiruk pikuk penegakan hukum yang sering identik dengan hukuman berat dan proses panjang, harapan baru untuk penyelesaian secara damai terus digulirkan oleh Kejaksaan Agung RI. Kali ini, melalui pendekatan Restorative Justice atau keadilan restoratif, tiga perkara pidana resmi dihentikan penuntutannya setelah proses perdamaian yang adil, terbuka, dan manusiawi disetujui oleh Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (JAM-Pidum) Prof. Dr. Asep Nana Mulyana.

Salah satu perkara yang disorot dalam ekspose virtual pada Rabu, 23 Juli 2025 itu berasal dari Kejaksaan Negeri Pohuwato, Gorontalo, yakni kasus penganiayaan ringan oleh tersangka Anton Albakir.

Ketika Emosi Sesaat Tak Perlu Berujung Penjara

Kejadian bermula pada malam yang biasa di Desa Soginti, Pohuwato. Tepatnya Kamis dini hari, 20 Februari 2025, sekitar pukul 00.20 WITA. Sahrul Saud, seorang warga, tengah mengendarai sepeda motor pulang ke rumah. Suara knalpot motornya yang membelah keheningan rupanya memicu keributan tak terduga.

Dari sekadar bunyi, berlanjut pada cekcok mulut, hingga akhirnya, tangan Anton Albakir, yang semula hanya ingin “menegur”, melayang ke leher korban. Sebuah tamparan terbuka, yang membuat Sahrul mengalami lecet ringan, menjadi dasar hukum menjerat Anton dengan Pasal 351 ayat (1) KUHP tentang penganiayaan.

Namun, berkat pendekatan yang lebih arif dan solutif, perkara ini tidak berakhir di ruang sidang. Melalui inisiatif Kajari Pohuwato Dr. Arjuna Meghanada Wiritanaya, didampingi Kasi Pidum Lulu Marluki dan Jaksa Fasilitator Daniel Brando Makalew, jalan damai dicari dan akhirnya ditemukan. Dalam musyawarah tertanggal 3 Juli 2025, Anton menyampaikan penyesalan mendalam dan permohonan maaf secara tulus, yang diterima baik oleh korban.

Korban menyatakan tidak memiliki niat membawa masalah ini ke meja hijau. Perdamaian terjadi dengan ikhlas, tanpa tekanan atau intimidasi dari pihak manapun.

Dua Kasus Lain Juga Diselesaikan Damai

Selain kasus di Pohuwato, dua perkara lain juga disetujui dihentikan melalui keadilan restoratif, yaitu:

  • Tersangka Alvian Bone dari Kejari Gorontalo Utara, dalam perkara pencurian ringan.

  • Tersangka Mohamad Aldiyansyah dari Kejari Badung, Bali, dalam perkara pencurian berulang dengan ancaman hukuman di bawah lima tahun.

Ketiganya memenuhi syarat penghentian penuntutan, di antaranya:

  • Tersangka baru pertama kali melakukan tindak pidana dan belum pernah dihukum;

  • Adanya perdamaian sukarela tanpa paksaan;

  • Ancaman pidana tidak lebih dari lima tahun;

  • Tersangka berjanji tidak akan mengulangi perbuatan dan masyarakat merespons positif.

JAM-Pidum: Hukum Harus Memberi Ruang untuk Pemulihan

“Para Kajari dimohon segera menerbitkan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKP2) Berdasarkan Keadilan Restoratif sesuai Peraturan Kejaksaan RI Nomor 15 Tahun 2020 dan Surat Edaran JAM-Pidum Nomor 01/E/EJP/02/2022. Ini adalah bagian dari mewujudkan kepastian hukum yang berpihak pada keadilan, bukan sekadar balas dendam,” tegas Prof. Dr. Asep Nana Mulyana.

Pendekatan keadilan restoratif bukan berarti lunaknya hukum, melainkan bukti bahwa hukum Indonesia mampu melihat manusia sebagai manusia—yang bisa salah, tapi juga bisa diperbaiki tanpa harus dibinasakan.

**Redaksi: Paras

Editor: Mohamad Rohman

Foto: Dokumentasi Kejaksaan Agung RI**

banner-website

Viral

Populer