“Laptop untuk Negeri atau Ladang Korupsi? Mengusut Proyek Digitalisasi Pendidikan Bernilai Rp10 TriliLun”

Rabu, 4 Juni 2025 01:10:36

Pendidikan

Sekolah Dilarang Menahan Ijazah: Jawa Barat Wajib Lindungi Hak Pendidikan Siswa

Opini | Oleh: Mohamad Rohman – Pemimpin Redaksi HaluanBeritaRakyat.com Bekasi, 8 Juli 2025 “Ijazah bukan…

Oleh: Redaksi Haluanberitarakyat.com | Mohamad Rohman

Jakarta, 4 Juni 2025 — Kala pandemi memaksa pendidikan Indonesia berpindah ke ruang digital, pemerintah menggelontorkan anggaran jumbo nyaris Rp10 triliun untuk program Digitalisasi Pendidikan melalui pengadaan laptop berbasis Chromebook. Alih-alih jadi solusi, program ini kini berada dalam sorotan tajam publik dan penyidik Kejaksaan Agung. Dugaan korupsi sistemik perlahan tersingkap.

Pada Selasa, 3 Juni 2025, Kejaksaan Agung memeriksa lima saksi kunci, dari pejabat eselon hingga tim teknis di Direktorat Jenderal PAUD, Dikdasmen Kemendikbudristek. Pemeriksaan ini menjadi langkah lanjut setelah penyidikan resmi diumumkan pada 20 Mei 2025 terkait dugaan tindak pidana korupsi dalam proyek pengadaan laptop digital pendidikan periode 2019–2022.

Jejak Digitalisasi: Antara Harapan dan Permufakatan Jahat

Program Digitalisasi Pendidikan awalnya digadang-gadang sebagai solusi kesenjangan teknologi antarwilayah di Indonesia. Namun, sejak awal, kebijakan ini menyisakan tanda tanya besar: mengapa tiba-tiba direkomendasikan Chromebook, bukan sistem operasi Windows yang jauh lebih umum digunakan di sekolah-sekolah?

Menurut Zainur Rohman, peneliti Pukat FH UGM, “Awalnya tim internal menyarankan Windows. Tapi kebijakan berubah drastis. Dugaan kami, ada intervensi dari pihak berkepentingan yang mengarahkan pilihan ke Chromebook.”

Perubahan itu menciptakan “efek saring” dalam tender. Hanya enam perusahaan yang memenuhi syarat, lima di antaranya perusahaan baru yang diduga “disiapkan” untuk memenangkan proyek. Salah satunya disebut-sebut terkait dengan tokoh kuat di pemerintahan. Proyek yang digadang-gadang sebagai penyelamat pendidikan justru terindikasi menjadi ajang “bagi-bagi kue” anggaran negara.

Rp10 Triliun Uang Rakyat, Laptop Tak Terpakai

Dari Rp10 triliun yang digelontorkan:

  • Rp6,3 triliun berasal dari Dana Alokasi Khusus (DAK)

  • Rp3,8 triliun bersumber dari anggaran satuan pendidikan

Namun data dari Pustekkom (Pusat Teknologi Informasi dan Komunikasi Pendidikan) sejak 2019 telah memperingatkan bahwa Chromebook tidak sesuai dengan kondisi mayoritas sekolah—baik dari sisi software, jaringan internet, hingga integrasi kurikulum.

“Banyak sekolah menerima laptop tapi tak tahu cara menggunakannya. Internet lelet, guru tidak dilatih, bahkan ada yang tetap pakai buku tulis karena Chromebook-nya hanya jadi pajangan,” kata seorang kepala sekolah di kabupaten pesisir Kalimantan Timur yang kami wawancarai.

Siapa yang Bertanggung Jawab?

Kini, penyidikan menyasar nama-nama penting:

  • STN, HM, KHM, WH, dan AB — para pejabat yang terlibat dalam analisis teknis dan keputusan pembelian

  • Dua staf khusus menteri — rumahnya sudah digeledah, barang bukti disita

Namun publik bertanya: di mana posisi Nadiem Makarim? Sebagai Menteri Pendidikan saat proyek ini berlangsung, mungkinkah ia tidak tahu atau tidak terlibat?

“Kalau keputusan strategis diubah, sangat tidak masuk akal jika Menteri tidak mengetahuinya. Apalagi bila ada tanda tangan persetujuan,” ujar Zainur. Ia menambahkan bahwa penyidikan komunikasi digital bisa jadi kunci untuk menelusuri perintah langsung atau pengetahuan dari pucuk pimpinan kementerian.

Keadilan yang Tertunda, atau Sengaja Ditunda?

Skandal ini sebenarnya sudah tercium sejak 2021, namun baru resmi naik ke penyidikan pada Mei 2025. Mengapa begitu lama?

Sumber internal Kejagung menyebutkan bahwa pengumpulan bukti menghadapi tekanan politik dan minimnya pelaporan dari internal Kemendikbud sendiri. Selain itu, keterlibatan tokoh elite dan aktor politik nasional menjadikan penyidikan seperti menapaki ladang ranjau.

“Yang kami takutkan, ini berhenti di level bawah, lalu diumumkan seolah-olah sudah selesai. Padahal publik menunggu: siapa aktor utama? Siapa yang membuat kebijakan, mengarahkan, dan mengambil untung dari proyek ini?” ujar seorang penyidik senior yang tak mau disebutkan namanya.

Menanti Ketegasan Kejaksaan Agung

Pemeriksaan lima saksi pada 3 Juni ini menjadi penanda penting: penyidikan tidak lagi bisa ditutup-tutupi. Publik menanti apakah Kejagung akan konsisten menindak siapa pun yang terlibat—tanpa tebang pilih.

Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung, Dr. Harli Siregar, menegaskan bahwa semua proses dilakukan berdasarkan alat bukti dan hukum acara. “Siapa pun yang terbukti bersalah akan diproses sesuai hukum. Tidak ada yang kebal,” ujarnya dalam keterangan resmi.

Penutup: Pendidikan Butuh Integritas, Bukan Proyek Politik

Saat ini, lebih dari 280 ribu unit Chromebook dikabarkan terbengkalai. Ratusan sekolah mengeluh tidak mendapatkan pelatihan dan jaringan internet yang mendukung. Proyek ini seharusnya menjadi pilar digitalisasi pendidikan. Namun kini, ia justru menjadi simbol pengkhianatan terhadap amanat pendidikan.

Apakah Indonesia akan terus membiarkan kebijakan pendidikan dikendalikan oleh segelintir elite dan korporasi? Atau kita akan bersatu menuntut keadilan—bukan hanya untuk laptop yang mubazir, tetapi untuk masa depan anak-anak negeri ini?

banner-website

Viral

Populer