Sekolah Dilarang Menahan Ijazah: Jawa Barat Wajib Lindungi Hak Pendidikan Siswa
Opini | Oleh: Mohamad Rohman – Pemimpin Redaksi HaluanBeritaRakyat.com Bekasi, 8 Juli 2025 “Ijazah bukan…
Opini | Oleh: Mohamad Rohman – Pemimpin Redaksi HaluanBeritaRakyat.com Bekasi, 8 Juli 2025 “Ijazah bukan…
Jakarta, Jumat (16/5/2025), haluanberitarakyat.com – Bukan sekadar paket yang tiba di pintu rumah. Di balik setiap kiriman, ada denyut ekonomi rakyat yang terus bergerak. Pemerintah akhirnya menerbitkan Peraturan Menteri Nomor 8 Tahun 2025—sebuah langkah strategis untuk membongkar ketimpangan distribusi nasional dan memperkuat sistem logistik yang selama ini tertinggal di wilayah-wilayah pelosok.
Konteks dan Dampak Strategis
Regulasi baru ini bukan hanya menata ulang layanan pos komersial. Ia menandai lahirnya era baru dalam sistem logistik nasional—lebih inklusif, efisien, dan berbasis keadilan. Layanan pos dan kurir tak lagi dianggap sekadar jasa antar barang, melainkan bagian vital dari infrastruktur ekonomi dan sosial. Dari sudut pasar tradisional hingga toko daring milik UMKM, semua bergantung pada jalur logistik yang terhubung.
Pernyataan Menteri dan Arah Presiden
“Industri pos, kurir, dan logistik adalah tulang punggung distribusi nasional. Ini soal membuka akses ekonomi dan menjaga harapan masyarakat di pelosok,” ujar Menteri Komunikasi dan Digital, Meutya Hafid, dalam konferensi pers peluncuran PM 8/2025. Regulasi ini, menurutnya, merupakan pelaksanaan langsung dari arahan Presiden Prabowo Subianto untuk memperkuat konektivitas nasional.
Data dan Peran Ekonomi Logistik
Sektor ini bukan hanya mendistribusikan barang—ia mendistribusikan keberlanjutan. Menurut Badan Pusat Statistik (BPS), sektor transportasi dan pergudangan termasuk pos dan kurir mencatat pertumbuhan 9,01% pada triwulan I 2025. Tak kurang dari enam juta tenaga kerja menggantungkan hidup di sektor ini. Dari sopir hingga staf gudang, dari kurir motor hingga operator sistem digital, semua bekerja dalam satu ekosistem.
Ketimpangan yang Ingin Diakhiri
Namun, selama ini distribusi nasional belum sepenuhnya adil. Wilayah tertinggal, terluar, dan terpencil kerap menerima layanan lambat atau bahkan tidak tersedia. PM 8/2025 mewajibkan adanya standar minimum waktu pengiriman ke seluruh wilayah, memaksa penyedia layanan untuk membangun sistem yang lebih merata dan responsif terhadap kebutuhan rakyat.
Standar Baru dan Perlindungan Konsumen
Reformasi ini juga menuntut transparansi dan akuntabilitas lebih tinggi. Konsumen akan mendapat perlindungan lebih kuat atas keterlambatan atau kehilangan barang, sementara pelaku usaha diwajibkan menjalankan layanan secara adil—tidak lagi timpang antara pusat dan daerah.
Peluang untuk UMKM dan Teknologi Hijau
UMKM menjadi fokus dalam kebijakan ini. Lewat kolaborasi yang diatur regulasi, perusahaan logistik besar harus membuka ruang kemitraan yang setara dengan pelaku kecil. Penggunaan teknologi ramah lingkungan juga menjadi syarat utama dalam menyusun ulang ekosistem logistik yang berkelanjutan.
Momentum Pascapandemi
Pengalaman selama pandemi menjadi katalis perubahan. Meutya Hafid mengingatkan bagaimana tujuh juta paket per hari pernah dikirim saat mobilitas dibatasi. “Setiap ketukan pintu oleh kurir adalah simbol ketahanan ekonomi kita,” tegasnya.
Menuju Distribusi yang Berkeadilan
Reformasi ini, jika dijalankan sungguh-sungguh, bukan hanya soal kecepatan pengiriman. Ia adalah janji negara bahwa tak ada satu pun wilayah—dari Sabang hingga Merauke, dari kota besar hingga desa terpencil—yang tertinggal dalam arus ekonomi digital. Karena keadilan distribusi bukan sekadar logistik, tetapi jantung dari kedaulatan ekonomi bangsa.
Judul: PM 8/2025 – Distribusi yang Lebih Adil, Ekonomi yang Lebih Inklusif
Pertumbuhan Sektor Logistik: 9,01% (Q1 2025)
Tenaga Kerja di Sektor Pos dan Kurir: >6 juta orang
Target Reformasi:
Standar pengiriman minimum ke seluruh wilayah
Perlindungan konsumen
Kolaborasi usaha besar dan kecil
Penggunaan teknologi ramah lingkungan
Dampak Langsung: Akses logistik untuk UMKM, masyarakat desa, dan konsumen terpencil { Mohamd Rohman}